THE HABIT OF EXCELLENCE

Untuk memahami bagaimana  tentara beroperasi sebagai sebuah organisasi seperti saat ini, sangat penting untuk mengetahui sejarah kepemimpinan, bagaimana tentara bekerja dalam menghadapi perubahan sehingga tetap eksis. Di balik fenomena keunggulan seseorang, suatu entitas kelompok dan bangsa terletak ketekunan membiasakan praktik-praktik unggul. Dalam buku "The Habit of Excellence: Why British Army Leadership Works", Letkol Langley Sharp, Kepala The Center for Army Leadership, mengungkap rahasia di balik reputasi hebat tentara Britania Raya. Kata kuncinya adalah tradisi kepemimpinan yang hebat. 
               Kepemimpinan adalah darah hidup tentara, daya manusia yang mendorong setiap bagian dari korp ketentaraan bekerja, mulai dari training, pengembangan, hingga medan tempur. Tradisi tentara Britania ini terbangun secara kumulatif dalam rentang waktu lebih dari 3 abad, mulai dari kekuatan kecil berjumlah 5000 personil menyusul gelombang Restorasi pada 1660. Setiap orang yang memasuki tentara dan menjadi pemimpin otomatis mengikuti suatu tradisi yang berlaku. Secara sadar atau tidak, mereka dipengaruhi oleh para pemimpin sekitar mereka, yang pada gilirannya dibentuk oleh para pemimpin sebelumnya, menciptakan jaringan kontinum yang menghubungkan para pemimpin di era drone dan big data dengan mereka yang beroperasi di era senapan flintlock. 

Tradisi merupakan batu pijak bagi tentara, namun bukan jangkar yang tetap. Di sepanjang elemen kontinuitas, terdapat area yang terus mengalami perubahan. Setiap pemimpin baru memberi sentuhan baru sesuai dengan  katakter dan perkembangan keadaan. Ada karakter yang bertahan lama pada kepemimpinan tentara yang menjelaskan sebagian besar kekuatan institusionalnya.  Sejarah kepemimpinan tentara ini menujukkan bahwa pemimpin tentara harus selalu beradaptasi terhadap perubahan, harapan masyarakat terhadap tugas dan fungsi terkait pertahanan. Berikut gambaran perjalanan sejarah kepemimpinan tentara dimaksud:

  • 1660-1852: Purchase, Honour, Discipline

Peran para pemimpin tentara pada periode ini ditandai adanya kegelisahan politik tentang gagasan keberadaan tentara disaat masih terngiang tentang Perang Saudara dan pemerintahan militer. Pada masa ini kemimpinan tentara terletak pada individu pemimpin yang  bertanggungjawab seluruhnya terhadap pendanaan, pembentukan resimen, penyediaan seragam, akomodasi, training, dan system penggajian. Gaya kepemimpinan yang dominan pada periode ini adalah aristokratik yang sangat menghargai keberanian fisik, personal honour dan leadership by example, melakukan pengawasan ketat dan menerapkan pendekatan hukuman dimana memecat tentara yang tidak kompeten dianggap cara terbaik untuk menumbuhkan disiplin.

  • Era 1853-1914: Reform and Professionalization

Era ini ditandai dengan terjadinya perubahan organisasi Tentara Inggris menuju profesionalisme dan kapabilitas. Perubahan ini sangat dipengaruhi kekalahan perang  “Crimean War” dan “Second Anglo-Boer War” dan perkembangan masyarakat civil  yang ditandai pesatnya pertumbuhan sekolah menengah atas   yang merupakan sumber dominan rekrutmen tentara baru. Perubahan ini membawa dampak terhadap cara melatih dan mendidik tentara serta memilih pemimpin. Era ini juga ditandai dengan berdirinya Staf Collage tahun 1858 untuk memberikan pelatihan-pelatihan khusus kepada Staff Officer dan  pendidikan menjadi salah satu syarat utama untuk bisa promosi. Sejak 1873, Officer diharuskan membuat laporan atas bawahan, menilai kinerja bawahan  dan menentukan kepatutan untuk promosi. Sejalan dengan itu, muncul harapan pemimpin yang professional yang memperhatikan kesejahteraan pasukan dan memberi perhatian kepada bawahan.

  • 1914-45: Mass mobilization and The Civilian Influence

Perang Dunia menunjukkan bagaimana British Army  memobilisasi tentara dalam jumlah besar yang puncaknya  terjadi tahun 1939 dimana jumlah tentara sebanyak 259.000 menjadi 2,9 juta pada tahun 1945. Mobilisasi ini mendorong untuk merekrut tentara dari masyarakat sivil dengan berbagai latar belakang pendidikan sehingga memerlukan pola rekrutmen, pengembangan, dan training baru. Pemimpin baru yang akan dipilih berasal dari berbagai ragam latar belakang pekerjaan seperti clerk, shopkeeper, guru, tradesmen, dan wanita.  Hal ini berdampak  signifikan terhadap demograpi pemimpin dikemudian hari yang pada akhirnya sangat mewarnai pemikiran pemimpin tersebut tentang perang. Pada era ini pula muncul kebutuhan akan figur pemimpin yang bisa melakukan lebih dari sekedar hirarki, disiplin dan perintah. Pemimpin dituntut memiliki visi dan mampu memberikan harapan baru kepada bawahan.  

  • 1945-Present Day :Demobilization, Doctrine, and Decentralization

Pengalaman perang tentara Inggris yang terlibat mulai dari perang tradisional maupun konflik telah membentuk evolusi modern Kepemimpinan British Army yang mendorong pada dua perkembangan utama yaitu  desentralisasi tanggung jawab kepemimpinan kepada komandan unit kecil dan junior  dan pengembangan doktrin institusional untuk mendukung pertumbuhan budaya pemimpin yang profesional dan universal. Sejarah kepemimpinan tentara Britania sebagaimana tersebut diatas, merefleksikan perkembangan proses profesionalisasi secara lambat, dari mindset tradisional yang memandang kepemimpinan sebagai suatu bakat bawaan yang melekat pada individu-individu dari latar sosial dan pendidikan istimewa, hingga keyakinan modern  yang memandang kepemimpinan sebagai sesuatu yang bisa diajarkan, mengikuti prinsip-prinsip umum, dan menjadi urusan setiap orang dalam tentara.  Sepanjang sejarahnya, para pemimpin tentara harus beradaptasi dengan perubahan  dan harapan orang-orang yang direkrutnya dan masyarakat yang dipertahankannya, serta evolusi dalam urusan perang dan urusan militer. Kepemimpinan sebagai kombinasi dari karakter, pengetahuan dan perbuatan yang menginspirasi orang lain untuk bertindak bisa diajarkan melalui pembiasaan. Kepemimpinan bukanlah suatu kekecualian heroik, tetapi praktik pembiasaan melakukan apa yang benar, sulit dan perlu setiap hari untuk membangun tim, menjaga orang-orang di dalamnya dan bekerja guna mencapai tujuan.

Saat ini, kepemimpinan tentara telah memiliki fondasi yang kuat atas doktrin yang menjadi pedoman yaitu VALUES  dan STANDARDS yang telah dikodifikasi mulai dari referensi perilaku, model kepemimpinan mulai dari Kepemimpinan Tradisional yang menekankan pada control, process, and incentive oriented hingga Transformational Leadership yang menekannya pada encouraging and inspiring people to achieve  the desired ends.  

Disamping itu ada beberapa pelajaran penting lain yang dibisa kita petik dari British Army Leadership diantaranya:

  1. Modern British Army

Do not let us be mesmerised by what worked in the past wars: it will no work again. We must take off our hat to the past and roll up our sleeves for future (Field Marshal Bernard Montgemery-1954).

Tentara Inggris selalu melakukan modernisasi dengan cara mengadopsi perubahan namun dengan tetap memegang teguh VALUES: courage, discipline, respect for others, integrity, loyalty, dan selfless commitment dan STANDARDS: lawful, acceptable behaviour dan totally professional.

British Army sebagai sebuah organisasi secara terus menerus mencermati setiap perubahan yang terjadi dan melakukan assesmen atas perubahan tersebut untuk pertama: mengukur dampaknya terhadap organisasi, sumber daya, dan memastikan keuntungan apa yang diperoleh “musuh”. Kedua, hasil asesmen digunakan sebagai basis dalam membuat kebijakan.

  • British Army Leader
  • British Army Leaders adalah  the individuals who embody its Values and Standards at the same time they are most needed.
  • Example: Leader as role model. General Colin Powell mengatakan bahwa “soldiers watch what their leaders do” dan oleh karena itu setiap keputusan yang diambil pemimpin akan berpengaruh terhadap budaya dan perilaku. Implementasi Values dan Standards diterjemahkan melalui kepimimpinan berdasarkan contoh. Lt Col. Thorneloe seorang pemimpin yang sangat dihormati bawahannya karena  beliau selalu memperhatikan dan komitmen terhadap pasukannya.
  • Influence: the leader as custodian. Pemimpin tidak hanya harus menjadi contoh tetapi juga menjadi seorang yang bekerja untuk melindungi dan memelihara budaya dan perilaku kolektif organisasi. Pemimpin harus menjadi pelindung “ Values dan Standards “ organisasi dan untuk itu pemimpin harus menumbuhkan internal disiplin setiap individu anggota agar mereka ingin selalu melakukan yang terbaik dan bukan karena takut hukuman. Discipline does not mean fear of punishment, but the cheerful and willing obedience of command because recipients are confident that orders given by their leaders are for good of individual and the team (Lt Col. J.G. Shillington).
  • Responsible: the leader as parent figure

Tanggungjawab dimaknai adanya kesadaran dari pemimpin bahwa setiap keputusan yang diambil menyangkut atau mempengaruhi keselamatan dan kehidupan orang yang mengikutinya. Pemimpin lebih dari sekedar manajer yang tidak sekedar membantu bawahan mengatasi kesulitan, tetapi bekerja bersama dalam relasi yang intens, berbagi kesulitan dan kebahagian, dan mencintai bawahan-they lead is closer to parenting than managing.

   

WISDOM and  LEADERSHIP

           Aturan dasar yang berlaku untuk semua pengambilan keputusan terlepas dari besar kecilnya keputusan yang diambil adalah “keputusan yang diambil hari ini didasarkan pada visi tentang hari esok dan pelajaran dari hari kemarin”. Setiap kali kita mengambil keputusan, kita terlibat dalam beberapa elemen kepemimpinan, hanya saja  semakin besar keputusan yang diambil, tentu mandat kepemimpinan menjadi semakin kritis dan  krusial dan sebaliknya. Tulisan kali ini akan mengulas tentang Wisdom dalam kepemimpinan, memahami hubungan antara kebijaksanaan dan kepemimpinan dalam kerangka meningkatkan proses dan kualitas keputusan yang pada ujungnya membawa kemajuan organisasi.

Wisdom yang selanjutnya disebut kebijaksanaan merupakan cara bagaimana kita memasukkan nilai-nilai kedalam proses pengambilan keputusan dan nilai-nilai inilah kemudian menentukan ‘kualitas’ kepemimpinan kita (Lloyd, 2006). Anon mengatakan bahwa “Our values are revealed by what we do, not by what we say.” Kata ‘kualitas’ disini dilihat sebagai cara untuk membedakan proses dari perubahan itu sendiri karena tidak semua perubahan merupakan kemajuan dan nilai-nilai (values) inilah yang pada akhirnya membedakan antara perubahan dan kemajuan.

           Beberapa dekade yang lalu kita mengenal konsep Organisasi Pembelajaran (learning organization) dan menganggap pembelajaran yang efektif menjadi sebuah keunggulan kompetitif organisasi. Bahkan fokus pembelajaran kemudian diperluas menjadi Manajemen Pengetahuan dan menjadi bagian integral dari Kepemimpinan. Perkembangan ini sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi dan meluasnya penggunaan komputer dalam setiap aspek kehidupan sehingga menciptakan tantangan baru atau bahkan menimbulkan apa yang kita sebut dengan ‘ledakan informasi’.

           Tapi kita perlu menyadari bahwa asumsi yang mendasari kata ‘belajar’ adalah mencoba melakukan sesuatu yang ‘lebih baik’ atau doing things better. Kata ‘lebih baik’ ‘meningkatkan’ dan ‘kemajuan’ merupakan nilai dan inti dari kepemimpinan. Tapi apakah itu yang dimaksud dengan Kebijaksanaan?. WISDOM berdasarkan definisi Wikipedia adalah meant as the ability and desire to make choices that can gain approval in a long-term examination by many people. In this sense, to label a choice ‘wise’ implies that the action or inaction was strategically correct when judged by widely-held values. Kebijaksanaan adalah mengenali perbedaan antara yang baik dan tidak baik serta memilih apa yang baik. Seperti semua pengambilan keputusan, tentunya keputusan yang bijaksana juga sudah pasti diambil atas dasar informasi yang tidak lengkap. Tetapi pemimpin yang bijaksana perlu bertindak bijak dengan cara terlebih dahulu merencanakan atau memperkirakan situasi masa depan yang masuk akal, memperhitungkan atau menetapkan hasil yang bermanfaat secara luas, baru kemudian bertindak (memanfaatkan sebaik-baiknya pengetahuan yang tersedia). Disamping itu, penting juga untuk memahami bahwa semua kebijaksanaan didasarkan pada informasi yang beralasan, tetapi tidak semua informasi yang beralasan adalah kebijaksanaan. Jadi dasar menjadi bijaksana adalah kemampuan memanfaatkan informasi/pengetahuan dengan baik dan menggunakannya untuk kepentingan yang lebih luas untuk jangka panjang.

           Daniel Yankelovitch dalam The Magic of Dialogue’, mendefinisikan WISDOM sebagai  ‘the ability to judge soundly and to deal sagaciously (‘having or showing insight or Wisdom’) with the facts, especially as they relate to life and conduct’. Definisi ini membantu kita membedakan antara informasi dan kebijaksanaan. Informasi didasarkan atas fakta, sedangkan kebijaksanaan melampaui pengetahuan akan fakta dan menambahkan nilai pada fakta.

           Selanjutnya kita melihat keterkaitan antara data/informasi/pengetahuan dan kebijaksanaan dan untuk memahami keterkaitannya kita menggunakan  piramida berikut:

Dari piramida ini kita memahami bahwa kebijaksanaan merupakan  bentuk pengetahuan tertinggi. Secara konsep mestinya akan ada ‘nilai tambah’ yang lebih besar saat ada pergerakan naik ke piramida atas. Tetapi dalam kenyataannya pergerakan dari data, informasi, pengetahuan dan kebijaksanaan tidak selalu berhubungan secara linier dan tidak selalu bergerak linier langkah demi langkah menaiki piramida.  Jika demikian, sebenarnya dari mana datangnya kebijaksanaan? Kebijaksanaan merupakan kendaraan untuk mengintegrasikan nilai-nilai ke dalam proses pengambilan keputusan. Mengubah informasi menjadi pengetahuan yang ‘membuat sesuatu terjadi’ adalah satu hal, tetapi membuat hal-hal yang ‘benar’ (‘baik’/’lebih baik’) terjadi adalah hal lain. Bagaimana kita benar-benar menggunakan pengetahuan yang kita miliki sangat tergantung pada nilai-nilai yang kita miliki atau anut.

           Umumnya pengambilan keputusan yang mendasarkan pada analisa biaya/manfaat (cost and benefit analysis) dan mengukur semua elemen ‘nilai’ dalam bentuk uang cenderung mendorong terjadinya ketidakbijaksanaan.  Oleh karena itu, seharusnya pengambilan keputusan mengintegrasikan dimensi nilai ekonomi dan etis dari ‘nilai’. Untuk itu, pendekatan yang bisa kita terapkan dalam mengambil keputusan yang bijaksana adalah dengan cara membalik piramida dalam setiap pengambilan keputusan menjadi sebagai berikut:

Nilai/kebijaksanaan kita gunakan sebagai dasar dalam menentukan batasan atau pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan. Bersikap tegas tentang hal-hal yang ‘benar’ merupakan tantangan nyata yang menghadang kita semua. Namun kita perlu melakukan dan memulai dengan nilai-nilai/kebijaksanaan sebagai dasar pengambilan keputusan, dimana itu kemudian menjadi kerangka kerja dalam mengelola pengetahuan, informasi dan data.

           Tentu kita sudah sering mendengar jargon ‘Bekerja Lebih Keras’ dan ‘Bekerja Lebih Cerdas’. Untuk menuju kepada kebijaksanaan, kita harus bergerak dari konsep ‘Bekerja Lebih Cerdas’ menjadi ‘Bekerja Lebih Bijaksana’. Bekerja Lebih Bijaksana mencerminkan kualitas nilai-nilai kita lebih daripada kuantitas usaha fisik. Jika kita ingin meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, fokus kita tidak hanya pada kualitas informasi, tetapi jauh lebih penting pada penggunaan informasi yang ‘benar’.

           Selanjutnya kita harus mulai dengan melakukan hal-hal sederhana dengan benar. Mudah untuk mengetahui apa yang ‘benar’ untuk dilakukan tetapi sulit memastikan hal itu dilakukan. Mudah untuk mengenali kebijaksanaan, tetapi tampaknya sangat sulit untuk menjadi bijaksana. Wise leader sebagaimana yang digambarkan Martin Luther King, Jr (1929-1968)  yang mengatakan The time is always right to do what is right”. Pada dasarnya menjadi bijaksana melibatkan kemampuan untuk menerapkan kebijaksanaan secara efektif dalam praktek. Keputusan yang bijaksana pasti mencakup tentang nilai, keyakinan dan perasaan, serta analisis teknis. Kebijaksanaan pada dasarnya tentang hubungan antara manusia, atau hubungan dengan masyarakat, dan alam semesta secara keseluruhan. Kebijaksanaan membantu kita memberikan makna kepada dunia tentang kita.

Jika kebijaksanaan adalah melayani kehidupan, kepentingan umum, atau nilai-nilai impersonal dan bukan kepentingan pribadi yang sempit” maka (Lloyd, 2014)  mengatakan pemimpin yang bijaksana adalah pelayan dan pemimpin yang baik. Prinsip pelayanan inilah yang membedakan pemimpin sejati dengan pemimpin yang mencari ketenaran pribadi (Jones, 1995). Pemimpin yang bijaksana tentu tidak luput dari kesalahan, tetapi mereka selalu belajar dari setiap kesalahan sehingga akan selalu ada proses pembelajaran dan tidak mengulang kesalahan yang sama. Pemimpin yang bijaksana senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pembelajaran.

Setelah mengetahui semua itu, pada akhirnya kita menyadari pentingnya leadership wisdom dan bagaimana mengembangkannya. Hanne Adam, Head of Professional Leadership, Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, melalui riset yang dilakukan dengan menggunakan Leadership Judgment Indicator  (Lock, 2005) menyimpulkan bahwa leadership wisdom dapat dikembangkan melalui sebuah program pengembangan (kursus) dimana peserta bekerja dengan seorang mentor dan teman untuk periode waktu tertentu. Disamping itu, ada juga cara lain yang dapat dilakukan untuk menjadi bijaksana dalam memimpin yaitu:

  • Being Keen Learners

Belajar membantu kita bertumbuh secara mental dan intelektual, membantu menjadi lebih bijaksana dan menjadi pemimpin yang lebih baik. Orang yang bijaksana adalah orang yang belajar dari semua hal. Brian Tracy (Pringle, 2002) mengatakan bahwa  “The great breakthrough in your life comes when you realize that you can learn anything you need to learn to accomplish any goal that you set for yourself. This means there are no limits on what you can be, have, or do.”

  • Having Abundance

Pemimpin yang bijaksana tidak mementingkan diri sendiri/egois tetapi berjiwa besar, murah hati, senang berbagi, dan peduli. Meyakini bahwa berbagi berarti peduli dimana sikap peduli ini akan membawa kebahagiaan bagi orang lain dan diri sendiri. Pemimpin yang bijaksana menghargai orang lain, mengakui kekuatan atau kelebihan orang lain, dan mendorong orang lain untuk lebih maju.

  • Having Compassion

Seorang pemimpin yang tidak berperasaan, tidak memiliki kepedulian atau kasih sayang kepada orang lain tidak mungkin berhasil Oleh karena itu, Pemimpin yang bijaksana menyadari bahwa sebagai manusia, kita semua membutuhkan kasih sayang, tidak bisa memisahkan diri dari orang lain dan nilai-nilai. Dalam kepemimpinan kasih sayang (human affection) manusia jauh lebih kuat dan lebih berguna daripada uang. Tentu saja kasih sayang harus dinyatakan dalam bentuk tindakan nyata.

  • Forgiving or Letting It Go

Jika seseorang belajar dari kesalahan, ia menjadi guru yang berharga, sebaliknya jika seseorang tidak belajar dari kesalahan maka ia menjadi bodoh (Pringle, 2002). Oleh karena itu, pemimpin yang bijaksana perlu membiarkan orang-orang belajar dari kesalahan mereka – selama mereka tidak melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Memberi kesempatan mereka belajar dari kesalahan yang dibuat karena pada dasarnya berbuat salah adalah manusiawi (Lonely Planet, 2011). Disamping itu, pemimpin yang bijaksana perlu memiliki sikap “melupakan kesalahan” dalam arti tidak membiarkan rasa bersalah menghantui atau meracuni mereka.

  • Disciplining

Pemimpin yang buruk tidak memiliki disiplin dan pemimpin yang tidak disiplin pada dasarnya tidak memiliki integritas. Disiplin disini termasuk melakukan sesuatu yang orang lain tidak ingin lakukan dan sebaliknya tidak melakukan sesuatu yang orang lain ingin lakukan. Disiplin adalah konsisten melakukan sesuatu yang harus dilakukan dan menjadikannya sebagai  sebuah kebiasaan.

  • Refreshing Perspectives

Orang bodoh pada umumnya berpikiran sempit dan menolak untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang baru. Sebaliknya pemimpin yang bijaksana senang mencari perspektif baru dan mencari sesuatu yang baik dalam kehidupan termasuk senang mencari sisi baik dari setiap orang (memiliki mind growth).

  • Letting Loose

Pemimpin perlu mempunyai waktu untuk mengembangkan hubungan dengan orang lain sehingga mampu mengatasi rasa frustasi, kelelahan, kejenuhan, serta berupaya menciptakan keseimbangan yang membuat orang lain menjadi senang  dan bahagia yang pada ujungnya mendorong produktivitas kerja.

  • Relating Well With the People

Pemimpin yang bijaksana adalah pemimpin yang rendah hati, diterima secara baik oleh orang lain dan mampu memenangkan hati orang lain, serta berhubungan baik dengan orang lain. Pemimpin yang bijaksana menghargai orang lain dan memandang manusia sebagai “aset yang paling berharga” (Maxwell, 1993). Kita perlu menyadari bahwa kita adalah manusia yang membutuhkan perhatian dari orang lain dan memiliki  hubungan baik dengan orang lain pada dasarnya akan membawa keberhasilan

  • Networking, Building Bridges and Collaborating with Others

Pepatah Cina mengatakan: “Strength + Strength + Strength = Cooperation” (Lau, Lau and Lau, 2009). Seorang pemimpin yang sukses dan bijaksana akan membangun relasi,  memiliki kontak dan jaringan yang baik dengan berbagai kalangan dan berkolaborasi dengan orang lain (Low, 2001).

  • Being Socially Responsible

Pemimpin yang bijaksana peduli dan bertanggung jawab secara sosial terhadap alam dan lingkungan.

Implikasi Kebijakan Pengampunan Pajak Terhadap Program Anti Pencucian Uang

Pada dasarnya kebijakan pengampunan pajak merupakan program yang dirancang khusus untuk mempermudah wajib pajak atau pemilik harta yang selama ini tidak atau hanya melaporkan sebagian hartanya untuk memperbaiki laporan pajak. Masing-masing negara tentu memiliki alasan tersendiri yang mendorong untuk menggulirkan kebijakan pengampunan pajak,  termasuk misalnya untuk meningkatkan penerimaan pajak, meningkatkan kepatuhan dan kejujuran wajib pajak, repatriasi asset untuk menarik dana masuk guna menggerakkan perekonomian, atau untuk memperbaiki data perpajakan.

The Financial Action Task Force (FATF) yang merupakan independent inter-govermental body yang mengembangkan dan mempromosikan kebijakan-kebijakan untuk melindungi sistem keuangan global dari aktivitas pencucian uang dan pendanaan terorisme sangat menyadari adanya potensi kebijakan pengampunan pajak dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk tujuan memindahkan dana dan atau melakukan aktivitas pencucian uang. Tingkat potensi pemanfaatan kebijakan pengampunan pajak oleh pelaku kejahatan ini sangat bervariasi tergantung kepada karateristik kebijakan pengampunan pajak yang dibuat. Secara umum,  jika kebijakan pengampunan pajak dimaksudkan hanya semata-mata untuk memungkinkan atau memudahkan wajib pajak memperbaiki informasi laporan pajak (deklarasi), maka dampaknya terhadap risiko pencucian uang sangat minimin. Sebaliknya risiko pencucian uang akan semakin besar jika kebijakan pengampunan pajak, tidak sekedar deklarasi tetapi juga repatriasi (membawa harta atau dana wajib pajak yang selama ini disimpan diluar negeri masuk ke wilayah suatu negara).

Oleh karena itu, insentif yang diberikan dalam kebijakan pengampunan pajak dan kebijakan repatriasi, akan semakin mendorong timbulnya risiko aktivitas pencucian uang, karena (1) pengampunan pajak dan insentif yang diberikan bagi yang merepatriasi aset,  pasti akan mendorong dana masuk ke wilayah suatu negara dalam jumlah besar dan volume transaksi yang sangat banyak. Hal ini sangat memungkinkan atau membuka peluang munculnya kesulitan atau hambatan bagi lembaga keuangan untuk memisahkan dana milik nasabah yang selama ini sudah ada dengan dana yang berasal dari program pengampunan pajak; (2) lembaga keuangan akan mempercayakan legitimasi dana masuk yang berasal dari program pengampunan  pajak karena telah di endorse oleh pemerintah; (3) informasi atas aset atau dana yang direpatriasi berada di lembaga keuangan yang ada diluar negeri. Hal ini tentu akan mempersulit lembaga keuangan dan otoritas pajak untuk memverifikasi sumber dana atau aset yang direpatriasi. Karena keterbatasan ini pula maka pada umumnya kebijakan deklarasi harta atau dana diserahkan sepenuhnya secara sukarela kepada wajib pajak dan otoritas tidak melakukan verifikasi faktual atas dana sehingga membuka peluang dana yang dibawa masuk sebagian berasal dari hasil kejahatan (selain tindak pidana perpajakan).

Dari gambaran tersebut, terlihat bahwa isu utama yang akan menjadi perhatian FATF terkait penerapan  kebijakan pengampunan pajak adalah apakah kebijakan pengampunan pajak yang dibuat yang secara eksplisit atau dalam praktek penerapannya, mengecualikan seluruh atau sebagian sistem atau kebijakan program anti pencucian uang.  Sebagai contoh, dalam program pengampunan pajak ada  kebijakan yang mengecualikan lembaga keuangan untuk melakukan Customer due Dillegent (CDD) atas dana wajib pajak yang ikut program pengampunan, tidak adanya aturan dalam ketentuan pengampunan pajak yang mengharuskan untuk melakukan verifikasi atas dana atau aset yang direpatriasi berasal dari sumber yang sah atau adanya jaminan bagi wajib pajak bahwa tidak akan dilakukan investigasi atau pemeriksaan, atau penuntutan pencucian uang atas dana atau aset yang direpatriasi.

Untuk memastikan program pengampunan pajak yang digulirkan pemerintah suatu negara tidak berdampak negatif terhadap efektifitas program anti pencucian uang, maka FATF mengeluarkan 4 prinsip dasar yang harus dipenuhi. 4 prinsip tersebut dimaksudkan untuk memastikan apakah kebijakan pengampunan pajak telah memperhatikan atau memitigasi risiko pencucian uang dan memastikan apakah kebijakan program pengampunan pajak memungkinkan untuk melakukan investigasi atau penuntutan atas pelanggaran yang terjadi.

Adapun 4 prinsip dasar dimaksud sebagai berikut:

  1. Principle 1 (Effective application of AML/CTF preventative measure): The effective application of AML/CTF prevention measures is a prerequisite for addresing and mitigating the money laundering and terrorist financing risk associated with implementing any type of tax complience programme.

Prinsip ini menjelaskan ada tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk memastikan  program pengampunan pajak tidak menimbulkan risiko atau meminimalkan risiko pencucian uang/pendanaan teroris atau merusak efektifitas rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.  Tindakan dimaksud diantaranya wajib pajak diharuskan untuk menempatkan dana yang direpatriasi pada lembaga keuangan yang telah memenuhi ketentuan AML/CTF, penerapan program pengampunan pajak harus mempertimbangkan risiko pencucian uang/pendanaan teroris terutama terhadap dana atau aset yang direpatriasi yang berasal dari negara-negara yang tidak memenuhi rekomendasi FATF.

  1. Principle 2 (Prohibitation of exempting AML/CTF requerement): The FATF recommendation do not allow for full or partial exemption from AML/CTF requirement in the context of implementing voluntery tax complience programme. Therefore  where implementing a voluntary tax complience programme, national authorities should ensure that its term do not allow, in law or in practice, for full or partial exemption from AML/CTF requirement as set out in the FATF Recommendation. Voluntary  tax complience programme which do not so are in breatch of the FATF Recommendation.

Prinsip kedua ini menekan bahwa rekomendasi FATF tidak memungkinkan adanya pengeculian seluruhnya atau sebagian terhadap ketentuan AML/CTF dalam penerapan program pengampunan pajak. Ini berarti bahwa program pengampunan pajak harus konsisten atau selaras dengan ketentuan AML/CTF. Beberapa ketentuan AML/CTF dimaksud meliputi lembaga Keuangan wajib melakukan CDD terhadap wajib pajak yang melakukan repatriasi aset/harta, lembaga keuangan harus mengindentifikasi beneficial owner atas dana atau aset yang direpatriasi, dan wajib pajak tidak bisa dikecualikan dari pelaksanaan investigasi atau pemeriksaan ML/TF   terkait dengan dana yang direpatriasi.

  1. Principle 3 (Domestic co-ordination and co-operation): When implementing a voluntary tax complience programme, it should be ensure that all relevan domestic competent authorities be able to co-ordinate and co-operate and exchange information, as approriate with view to detecting, investigating and prosecuting any AML/CTF abuse of the programme.

Penerapan program pengampunan pajak dapat pasti akan berdampak atau mempengaruhi lembaga/instansi lain selain otoritas pajak itu sendiri seperti lembaga inteligen keuangan (FIU), penegak hukum, penuntut umum. Sebagai konsekuensinya perlu ada kepastian bahwa semua pihak yang terkait dengan program pengampunan pajak dapat berkoordinasi atau bekerja sama serta melakukan pertukaran informasi diantara para pihak terkait.

  1. Principle 4 (International Co-Operation): The widest possible range of mutual legal assistance and any exchange of  information of ML/FT investigations, prosecutions, and related proceedings relating to the abuse of voluntary tax complience programmes, including asset recovery investigations and proceeding, should be provided.

Program pengampunan pajak yang mencakup repatriasi dana/aset dapat dipastikan akan terkait dengan negara lain. Dalam beberapa kejadian, hal ini membuka peluang timbulnya risiko ML/TF. Apabila melibatkan lebih dari satu negara, maka otoritas negara yang menerapkan program pengampunan pajak perlu melakukan kerjasama dan melakukan pertukaran informasi untuk memitigasi risiko dan memastikan bahwa aktivitas yang terkait dengan penerapan AML/CTF dapat dilaksanakan. Misalnya untuk dana/aset yang berasal dari negara yang tidak menerapkan rekomendasi FATF maka harus dilakukan CDD dan untuk itu perlu dilakukan kerjasama yang luas dengan negara tempat dimana aset berada.

Perlu kita ketahui bahwa FATF akan melakukan penilaian atas setiap negara anggota yang menerapkan program pengampunan pajak dimana hal ini dilakukan untuk memastikan kebijakan program pengampunan pajak yang digulirkan memenuhi prinsip-prinsip sebagaimana tersebut diatas atau tidak. Dari hasil penilaian yang dilakukan, FATF akan memberikan “Public Statement” apakah negara yang menerapkan kebijakan pengampunan pajak mematuhi (comply with) atau tidak mematuhi (not comply with)  AML/CTF International Standard. Apabila masuk dalam kategori tidak comply dengan AML/CTF International Standard maka negara tersebut akan masuk dalam kategori High Risk and Non-Cooperative Jurisdiction.

Pertanyaan menarik adalah bagaimana dengan program pengampunan pajak yang diberlakukan pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, hal mendasar yang perlu kita pahami adalah program pengampunan pajak yang diberlakukan Pemerintah Indonesia sudah memperhatikan atau sejalan dengan ketentuan anti pencucian uang atau pendanaan terorisme ? Kalau kita cermati isi dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 ini, maka paling tidak ada beberapa hal yang terkait dengan ketentuan anti pencucian uang, yaitu:

  1. Wajib pajak yang ikut program pengampunan pajak ini baik deklarasi maupun repatriasi cukup mengisi surat pernyataan berikut lampirannya dan apabila bukan termasuk sebagai pihak sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (3), maka dapat dipastikan permohonan wajib pajak untuk ikut program pengampunan pajak akan disetujui. Lebih dari itu, mempertimbangkan  mekanisme permohonan ikut dalam program pengampunan pajak ini maka dapat dipastikan tidak akan dilakukan verifikasi faktual atas sumber dana yang dicantumkan dalam surat pernyataan.  Terkait dengan hal ini, diperkirakan lembaga keuangan yang ditunjuk sebagai bank persepsi guna menampung dana yang terkait dengan program pengampunan pajak tidak akan melakukan customer due dillegent dengan pertimbangan aspek legalitasnya diserahkan kepada pihak pemerintah. Disisi lain ketentuan anti money laundering mensyaratkan lembaga keuangan wajib melakukan customer due dillegent atas setiap dimulainya hubungan usaha dengan nasabah.
  2. Pasal 20 yaitu “ Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan Lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan dan atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak”. Lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 20 menyebutkan bahwa “Tindak pidana yang diatur meliputi tindak pidana di Bidang Perpajakan dan tindak pidana lain.
  3. Pasal 21 ayat (2) yaitu Menteri, Wakil Menteri, dan pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain yang berkait dengan pelaksanaan pengampunan pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.
  4. Pasal 21 ayat (3) yaitu data dan informasi yang disampaikan wajib pajak dalam rangka pengampunan pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan wajib pajak sendiri.

Untuk butir nomor 2-4 terkait dengan kewajiban pelaporan  dalam kerangka program anti money laundering. Sebagaimana diketahui bahwa bank merupakan salah satu pihak pelapor sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pihak bank sebagai pihak pelapor sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang tersebut wajib  menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan berupa Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan, Laporan Transaksi Keuangan Tunai, dan Laporan Transaksi Pengiriman Dana Dari/Ke Luar Negeri. Laporan-laporan yang disampaikan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tersebut akan ditindak lanjuti dengan kegiatan analisis yang pada ujungnya dapat digunakan sebagai informasi untuk dilakukannya penyelidikan oleh aparat penegak hukum.

Point-point sebagaimana diuraikan diatas, sangat berpotensi menjadi perhatian utama pihak otoritas FATF dalam melakukan evaluasi atas program pengampunan pajak yang diberlakukan pemerintah Indonesia yang tujuan untuk memastikan apakah program tersebut sejalan atau tidak dengan Standard Internasional program anti pencucian uang.

TAX AMNESTY, BERHASILKAH ?

Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak adalah  penghapusan pajak yang  seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan  dengan cara mengungkap harta  dan membayar uang  tebusan. Menilik pada definisi tersebut paling tidak ada beberapa point  penting yang perlu dicermati yaitu wajib pajak yang ikut program ini adalah wajib pajak yang tidak melaporkan seluruh harta kekayaan yang seharusnya dilaporkan  kepada otoritas pajak,  terhadap wajib pajak dimaksud pemerintah menawarkan kemudahan yaitu pemerintah tidak akan mengenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan syarat wajib pajak  mengungkapkan hartanya yang belum dilaporkan dan membayar uang tebusan sesuai tarif yang ditentukan.

Disatu sisi kebijakan ini sudah pasti menimbulkan pertanyaan berupa mengapa pemerintah memberikan pengampunan kepada wajib pajak yang tidak patuh. Kita tahu bahwa undang-undang mengenai ketentuan perpajakan sudah jelas mengatur mengenai tata cara penanganan atas pelanggaran ketentuan perpajakan. Lebih dari itu, terkesan ada ketidakadilan terutama bagi wajib pajak yang selama ini patuh membayar kewajiban pajaknya.

Disisi lain, terdapat informasi mengenai sejumlah dana besar milik warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri dan pemerintah karena keterbatasan tertentu tidak bisa menarik dana tersebut atau tidak bisa memaksa pemilik dana untuk melaporkannya dan atau mengalihkan uang tersebut ke Indonesia.  Alhasil, dana milik warga negara Indonesia dinikmati oleh negara lain.

Ada beberapa pertimbangan yang digunakan pemerintah dalam menerbitkan ketentuan pengampunan pajak ini yaitu adanya kebutuhan dana untuk pembangunan yang sangat besar, sementara harta WNI banyak parkir di LN, Indonesia segera memasuki era keterbukaan informasi termasuk Automatic Exchange of Information sehingga tidak memungkinkan lagi menghindar dari kewajiban pajak , dan Kepatuhan perpajakan secara keseluruhan masih rendah sehingga partisipasi masyarakat dalam pembangunan belum optimal.  Selanjutnya program ini ditujukan untuk peningkatan penerimaan pajak dalam jangka pendek dan panjang, reformasi pajak yang berkelanjutan, dan percepatan pertumbuhan ekonomi dan restrukturisasi ekonomi melalui repatriasi harta.

Ada 2 pilihan yang ditawarkan pemerintah melalui program pengampunan ini  yaitu Wajib Pajak cukup  hanya mendeklarasikan hartanya yang selama ini belum dilaporkan (harta di dalam atau di luar negeri) atau merapatriasi atau membawa harta/dana mereka yang disimpan di luar negeri masuk ke wilayah NKRI. Atas setiap pilihan tersebut dikenakan tarif tebusan yang berbeda-beda.  Terkait dengan pelaksanaan pengampunan pajak ini pemerintah menetapkan target penerimaan negara dalam bentuk uang tebusan sebesar Rp165 triliun. Namun target yang lebih besar yang diharapkan adalah adanya dana masuk yang dibawa dari luar negeri. Dana masuk ini akan menambah likuiditas di sektor keuangan yang pada akhirnya bisa mempengaruhi suku bunga perbankan dan juga tingkat kurs rupiah.

Untuk wajib pajak yang hanya mendeklarasikan harta di luar negeri dikenakan tarif tebusan sebesar 4 % untuk periode 1 Juli sd. 30 September 2016, sebesar 6 % untuk periode 1 Oktober sd. 31 Desember 2016 dan sebesar 10 % untuk periode 1 Januari sd. 31 Maret 2017.  Bagi Wajib Pajak yang merepatriasi aset atau mendeklarasikan harta dalam negeri dikenakan tarif  tebusan sebesar 2 % untuk periode 1 Juli sd. 30 September 2016, sebesar 3 % untuk periode 1 Oktober sd. 31 Desember 2016 dan sebesar 5 % 1 Januari sd. 31 Maret 2017.  Khusus untuk wajib pajak sebagai Usaha Kecil dan Menengah (UMKM dikenakan tarif  tebusa sebesar 0,5 % untuk UMKN yang mendeklarasikan harta dibawah Rp10 M dan sebesar 2% untuk yang mendeklarasikan harta diatas Rp10 M.

Kita menyadari bahwa keberhasilan pelaksanaan undang-undang ini tidak hanya didasarkan kepada besaran tarif yang ditawarkan pemerintah, tetapi yang jauh lebih penting daripada itu  adalah adanya jaminan dari pemerintah atas data dan informasi harta yang dilaporkan.  Mengapa demikian ?

Atas harta yang  berada di luar negeri yang jumlahnya diperkirakan ribuan triliun, paling tidak ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu harta tersebut merupakan harta milik warga negera Indonesia yang berasal dari hasil usaha yang sah tetapi selama ini tidak dilaporkan dalam SPT atau dilaporkan sebagian saja. Untuk menghindari pelacakan dari pihak otoritas, maka pemilik dana  menyimpan dananya di luar negeri. Jika praktek seperti ini yang terjadi maka dapat dipastikan bahwa dana dimaksud hanya terkait dengan tindak pidana  di bidang perpajakan.

Kemungkinan kedua  yaitu harta yang disimpan di luar negeri tersebut berasal dari hasil tindak pidana, seperti hasil korupsi, narkotika, illegal loging, illegal mining dan lain-lain.  Kita menyadari bahwa jika dana berasal dari hasil kejahatan sudah dapat dipastikan pemiliknya tidak akan melaporkannya dalam SPT dan bahkan lebih dari itu sangat mungkin pemilik sesungguhnya (beneficial owner) dari dana tersebut tidak akan terlihat secara jelas dari sisi administrasi kepemilikan.  Jika kemungkinan ini yang terjadi maka sebenarnya dana  yang tidak dilaporkan tersebut tidak hanya terkait dengan tindak pidana di bidang perpajakan tetapi ada tindak pidana lain didalamnya. Lebih dari itu pertanyaan besar yang muncul adalah apakah pemilik dana bersedia ikut dalam program pengampunan ini, mengingat selama ini atas dana-dana mereka yang disimpan di luar negeri tersebut aman incaran aparat penegak hukum.

Bagi wajib pajak tentunya tarif yang murah merupakan satu rangsangan yang mendorong mereka ikut program pengampunan pajak, namun faktor keamanan atau jaminan bahwa data yang disampaikan kepada pemerintah tidak akan digunakan sebagai informasi untuk menelusuri adanya dugaan tindak pidana atas harta yang dilaporkan tersebut jauh lebih penting dari pada sekedar tarif murah.

Terkait dengan hal tersebut, apabila kita cermati secara mendalam dalam undang-undang pengampunan pajak ini, penekanannya hanya pada aspek deklarasi, repatriasi dan bayar uang tebusan. Wajib Pajak cukup hanya diminta untuk melaporkan ada harta/dana yang selama ini belum atau tidak dilaporkan dalam SPT (SPT tahun 2015), atau melaporkan/mendeklarasi atau disamping mendeklarasi  harta yang belum dilaporkan wajib pajak sekaligus membawa masuk harta ke wilayah NKRI/repatriasi  dan membayar uang tebusan sebesar tarif yang telah ditentukan. Apabila permohonan wajib pajak disetujui, maka kepada wajib pajak diberikan pengampunan.

Atas laporan harta yang disampaikan oleh wajib pajak tersebut, direktorat jenderal pajak dapat dipastikan tidak akan melakukan verifikasi faktual atas harta yang dilaporkan.  Verifikasi hanya dilakukan berdasarkan dokumen-dokumen yang disampaikan sebagai data pendukung dalam pengisian formulir. Dengan mekanisme  seperti ini maka informasi tentang asul usul uang akan menjadi tidak terungkap dan tentunya aspek keamanan sebagaimana yang diharapkan oleh wajib pajak menjadi terpenuhi.

Pengampunan seperti apa yang sebenarnya ditawarkan dalam undang-undang ini ? Apabila kita perhatikan maka manfaat yang akan diperoleh wajib pajak jika ikut program pengampunan pajak sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 yaitu:

  • Tidak dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyelidikan tindak  pidana di Bidang Perpajakan,
  • Apabila terhadap wajib pajak sedang dilakukan   pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyelidikan tindak  pidana di Bidang Perpajakan, terhadap pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyelidikan tindak  pidana di Bidang Perpajakan dimaksud akan dihentikan, dan
  • Memperoleh fasilitas pengampunan pajak.

Mendasarkan pada pasal 11 ini terlihat bahwa atas harta atau dana yang dilaporkan atau direpatriasi hanya terkait dengan aspek pidana di bidang perpajakan saja. Padahal sebagaimana diuraikan diatas, dana yang dilaporkan atau direpatriasi kemungkinan tidak hanya terkait dengan tindak pidana di bidang perpajakan tetapi juga tindak pidana lain.

Tetapi apakah benar pengampunan pajak ini hanya terkait dengan tindak pidana di bidang perpajakan saja. Untuk itu, bisa kita perhatikan bunya Pasal 20  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 ini yaitu          “ Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan Lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan dan atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak”. Lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 20 menyebutkan bahwa “Tindak pidana yang diatur meliputi tindak pidana di Bidang Perpajakan dan tindak pidana lain.

Terkait dengan jaminan kerahasian data perpajakan ini lebih lanjut disebutkan dalam  Pasal 21 ayat (2)  yaitu Menteri, Wakil Menteri, dan pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain yang berkait dengan pelaksanaan pengampunan pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain  dan (3)  yaitu data dan informasi yang disampaikan wajib pajak dalam rangka pengampunan pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan wajib pajak sendiri.

Pasal 22  yang menyatakan bahwa Menteri, wakil menteri, pegawai kementerian keuangan dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan atau dituntut  baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada etikad  baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengacu pada Pasal 11 dan penjelasannya, pasal 21 dan 22  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 ini dapat kita tarik kesimpulan  bahwa pengampunan pajak ini sebenarnya sudah merespon semua hal yang membuat pemilik dana bersedia membawa dana mereka masuk ke Indonesia. Lebih dari itu,  sangat terbuka kesempatan bagi  wajib pajak yang dananya berasal dari hasil kejahatan ikut dalam program pengampunan pajak ini  karena ada jaminan bahwa harta atau dana tersebut tidak akan ditelusuri tindak pidananya.

Disamping itu, tahun 2018 Indonesia akan memasuki era baru terkait dengan kebijakan perpajakan yaitu mulai diberlakukannya Automatic Exchange of Information  yang tentunya akan mengurangi kesempatan bagi wajib pajak untuk menghindari pemenuhan kewajiban pajak. Mengapa ?,  karena pada era ini lembaga keuangan pada negara-negara yang ikut dalam program ini akan bertukar informasi keuangan milik  individu atau perusahaan. Informasi keuangan ini sangat berguna bagi otoritas perpajakan untuk mengetahui harta atau dana yang dimiliki wajib pajak. Sudah ada 51 jurisdiksi yang ikut dalam program ini termasuk diantaranya Inggris, Jersey, dan Guernsey yang sudah sepakat untuk bertukar informasi mengenai data perbankan.

Mendasarkan pada hal tersebut, dapat dipastikan bahwa undang-undang ini tidak mempermasalahkan sumber harta atau dana yang di deklarasi  atau di repatriasi, dijamin keamanan datanya tidak akan atau tidak digunakan sebagai dasar untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan atau penuntutan, dan bagi pihak yang membocorkannya akan dikenakan sanksi pidana, dan ditambah lagi dengan besaran tarif yang cukup  murah dan adanya ancaman jika dikemudian hari ditemukan harta  yang belum dilaporkan akan dikenakan sanksi yang cukup berat, maka oleh karena itu kemungkinan besar banyak pihak yang akan ikut program ini.

ADA APA DIBALIK BOCORNYA “THE PANAMA PAPERS” ?

Bocornya dokumen keuangan yang dikenal dengan  “Panama Papers” merupakan berita awal pekan bulan April 2016 yang mengguncang perhatian dunia termasuk Indonesia. Pada dokumen tersebut, terdapat sedikitnya 140 politisi dunia termasuk didalamnya 12 pemimpin dan mantan pemimpin negara, selebriti dan bintang  sepak bola-Lionel Messi diduga terlibat praktek skandal keuangan. Untuk Indonesia, ternyata setidaknya ada 899 orang dan perusahaan yang tercatat dalam dokumen itu. Sumber utama kehebohan ini ternyata berasal dari dokumen firma hukum Mossack Fonseca. Siapa Mossack Fonseca, siapa saja kliennya, jasa apa saja yang ditawarkan, dan yang tidak kalah penting mengapa begitu banyak orang menggunakan jasa firma hukum ini  akan diuraikan lebih lanjut.

Firma hukum Mossack Fonseca ini berdiri sejak tahun 1977 berkantor pusat di Panama. Operasional perusahaan dan layanan perusahaan tersebar di 35 negara, seperti Kepulauan Virgin Britania Raya, Belize, Belanda, Kosta Rika, Hongkong, Siprus, Bahama dan Kepulauan Niue. Mossack Fonseca ini sebenarnya merupakan nama dari penggabungan dua sosok pendiri yaitu Juergen Mossack dan Ramon Fonseca. Juergen Mossack lahir di Jerman pada tahun 1948 dan Ramon Fonseca lahir pada tahun 1952.

Awalnya Juergen Fonseca memiliki sebuah firma hukum sendiri hingga kemudian melakukan merger dengan Mossack dan keduanya membuka sejumlah kantor di Kepulauan Virgin Britania Raya. Namun  ketika muncul larangan pendirian perusahaan-perusahaan tanpa kepemilikan yang jelas di Kepulauan Virgin Britania Raya, Mossack Fonseca memindahkan pusat kegiatan firmanya ke Panama dan Anguilla di Karibia.

Berdasarkan 11,5 juta dokumen Mossack Fonseca tersebut terlihat banyak pihak telah memanfaatkan jasa firma hukum ini. Mulai dari politikus, pengusaha, selebriti dan juga atlet ternama seperti Leonel Messi-bintang sepak bola FC Barcelona. Beberapa diantara pihak tersebut adalah Ayad Allawi-wakil presiden Irak (2014-2015) dan  Presiden Interim Irak (2004-2005), Hamad bin Jassim bi Jaber Al Thani seorang perdana menteri Qatar (2007-2013) dan Menteri Luar Negeri Qatar (1999-2013), Raja Salman bin Abdulraziz bin Abdulrahman Al Saud seorang raja Arab Saudi (2015-sekarang) dan Putra Mahkota (2012-2015), Vladimir Putin  seorang Presiden Rusia dan Xi Jinping seorang presiden Cina dan Perdana Menteri Islandia. Bahkan Perdana Menteri Islandia ini sudah menyatakan mengundurkan diri karena munculnya dokumen Panama Papers yang menunjukkan yang bersangkutan menggunakan perusahaan bayangan untuk menyembunyikan uang jutaan dolar Amerika.

Tidak hanya itu, ternyata warga Negera Indonesiapun diketahui banyak yang menggunakan jasa firma hukum ini. Berdasarkan dokumen Panama Papers setidaknya ada 899 orang dan pengusaha di Indonesia tercatat dalam dokumen dimaksud, diantaranya Garibaldi Thohir, Sandiaga Uno, Fransiscus Wlirang, Airlangga Hartanto, Johnny G. Plate, Hilmi Panigoro, dan banyak nama lainnya.

Untuk mengetahui lebih detil mengenai praktek yang dilakukan firma hukum ini dapat kita perhatikan informasi yang terkait dengan Vladimir Putin.  Adalah Sergei Rodulgin, pemain Selo profesional yang dikenal sebagai orang kepercayaan dan sahabat Presiden Rusia Vladimir Putin. The Guardian menyebut bahwa meski  Sergei Rodulgin mengaku bukan sebagai  pengusaha dan tidak mempunyai hubungan dengan pejabat Rusia, namun dia diketahui memiliki sejumlah perusahaan dan saham di beberapa perusahaan lain. Yang bersangkutan diketahui memiliki saham di Bank Rossiya, dimana bank ini dipimpin oleh Yuri Kovalchuk, seorang bankir yang juga sahabat Vladimir Putin.  Bank ini diketahui bertugas mendirikan perusahaan atas nama Rodulgin, yang bermarkas di Kepulauan Virgin Britania Raya. Lewat sebuah firma hukum di Swiss, instruksi dari Bank Rossiya dijalankan oleh Mossack Fonseca. Firma inilah yang mendaftarkan dan mengelola perusahaan diluar negeri untuk Rodulgin. Bank Rossiya memberikan pinjaman kepada Mossack Fonseca mewakili Rodulgin, dimana pinjaman ini kemudian disalurkan ke Russian State Bank yang berkedudukan di Siprus. Russian State Bank kemudian menyalurkannya lagi ke Sandalwood Continental. Perusahaan ini dimiliki oleh Rodulgin. Sandalwood kemudian meminjamkan dana pada Ozon, perusahaan pemilik resor ski mewah di Swiss, tempat Katerina putri Vladimir Putin.

Contoh lain dari dokumen Panama Papers juga menunjukkan seorang klien yang bernama Marianna Olszewski. Yang bersangkutan ditawari jasa  berupa catatan kepemilikan palsu untuk menyembunyikan uang dari pihak otoritas. Pada salah satu email dari eksekutif Mossack Fonsaca kepada Marianna pada Januari 2009 dijelaskan bagaimana dia akan mencurangi pihak bank dengan cara menggunakan orang lain yang akan bertindak sebagai Beneficial Owner dan untuk itu namanya akan disampaikan kepada pihak bank.  Dalam hal ini pihak firma mendesain transaksi sedemikian rupa agar identitas dari pemilik sebenarnya atas aset tersebut tidak terungkap.

Mencermati cara yang ditempuh firma hukum Mossack Fonseca sebagaimana tersebut diatas, maka kita menyadari ada gambaran yang menunjukkan kerumitan transaksi keuangan yang dilakukan sehingga menjadi sangat sulit untuk menentukan atau melacak sumber dana, dana mengalir kemana, dan yang lebih penting dari itu siapa sebenarnya pemilik dana itu. Perbuatan ini pada dasarnya  dapat dikategorikan sebagai upaya untuk menyembunyikan asal usul uang atau harta kekayaan atau aset yang lazim kita kenal dengan praktek pencucian uang.

Apabila ada praktik seperti itu, maka kita patut menduga ada motivasi buruk yang mendasarinya, diantaranya sipemilik uang tidak ingin diketahui publik memiliki uang yang sangat besar, atau supaya uang yang dimiliki tidak diketahui berasal dari hasil kejahatan, atau untuk menghindari pembayaran kewajiban pajak, atau bahkan untuk mengelabui pasangan hidup. Dikalangan orang-orang kaya atau kalangan selebriti dunia sudah lazim terjadi perceraian yang membawa konsekuensi munculnya gugatan perdata terkait pembagian harta gono-gini. Mengantisipasi hal tersebut, masing-masing pasangan sebelum melangsungkan pernikahan melakukan upaya-upaya untuk menyembunyikan aset atau harta kekayaannya dengan maksud apabila nanti terjadi perceraian, maka atas harta yang disembunyikan tidak menjadi objek pembagian.

Dari gambaran diatas terlihat peran firma hukum Mossack Fonseca diantaranya untuk mendirikan perusahaan. Hanya saja perusahaan yang didirikan berupa perusahaan cangkang (Shell Company). Shall company merupakan perusahaan yang tampak luarnya seperti sebuah perusahaan yang punya aktivitas yang legitamate, tetapi sesungguhnya perusahaan itu hanyalah sebuah perusahaan kosong, perusahann tidak melakukan aktivitas apapun sebagaimana layaknya sebuah perusahaan, tetapi perusahaan tersebut mengelola uang didalamnya tetapi dengan menyembunyikan siapa pemilik dari uang tersebut. Manajemen umumnya terdiri dari pengacara, akuntan, atau bahkan petugas kebersihan  yang tugas tidak lebih dari sekedar menandatangani dokumen atau mengijinkan nama mereka muncul dalam dokumen perusahaan.  Tetapi ketika mereka ditanya pihak otoritas tentang siapa sesungguhnya pemilik dari perusahaan itu, maka mereka akan menjawab mereka selaku manajemen. Shell company sering juga disebut dengan “Letterbox company” yang dimana perusahaan tersebut teridiri  tidak lebih dari alamat pos semata.

Perusahaan-perusahaan yang akan didirikan firma hukum ini umumnya berada di kawasan atau yusrisdiksi atau wilayah Tax Heaven Country (Negara surga bebas pajak) atau kawasan yang menawarkan pungutan pajak yang relatif murah. Pendirian perusahaan dilakukan dengan cara sedemikian rupa sehingga sangat sulit untuk mengetahui pemilik sebenarnya dari perusahaan tersebut dan selanjutnya firma hukum ini juga menawarkan jasa untuk mendesain transaksi keuangan baik cara maupun pihak yang dilibatkan dalam setiap transaksi yang sangat memungkinkan pemilik sesungguhnya dari aset atau uang sulit untuk diketahui dan bahkan firma hukum ini bisa menjadikan aset atau uang yang semula berasal dari hasil kejahatan menjadi terlihat sebagai hasil usaha atau kegiatan yang sah.

Lebih dari itu, firma ini pun menawarkan jasa untuk membuat dokumen dengan tanggal mundur (back dated document) guna membantu klien untuk mendapatkan keuntungan dari berbagai perjanjian bisnis. Setiap satu bulan kebelakang, dalam penetapan tanggal dokumen perusahaan, klien harus membayar US 8,7.

Dari gambaran tersebut diatas, terlihat bahwa firma hukum ini menawarkan jasa kepada klien untuk melakukan aktivitas pencucian uang, penyembunyian aset dan menghindari kewajiban perpajakan. Kita menyadari bahwa pada dasarnya tidak ada yang salah dengan mendirikan atau menggunakan perusahaan yang berdomisili di Tax Heaven Country. Hanya saja berdasarkan dokumen yang bocor tersebut terungkap bahwa hampir semuanya ternyata perusahaan-perusahaan yang didirikan di wilayah tersebut hanya untuk menyembunyikan aset atau menghindari menghindari kewajiban pajak.

Mempertimbangkan hal itu, maka kita dapat menduga siapa kira-kira pelanggan atau pengguna jasa firma hukum Mossack Fonsana tersebut. Tidak heran ternyata pihaknya sangat bervariasi mulai politikus, mafia narkotika, miliuner, pengusaha, selebriti atau bahkan bintang olah raga kelas dunia. Masing-masing pengguna jasa tersebut mungkin mempunyai tujuan yang bisa sama atau mungkin juga berbeda.  Bila tujuannya adalah untuk menyembunyikan aset, maka ada beberapa kemungkinan yaitu aset atau uang yang dimiliki tidak sesuai dengan profil pemiliknya. Sebagai contoh seorang  Kepala Dinas pada Pemda Tingkat 1  dengan penghasilan berupa gaji Rp75.000.000,00/bulan memiliki uang sebanyak Rp200.000.000.000,00. Kemungkinan lain karena aset yang dimiliki berasal dari sumber yang tidak sah, misalnya berasal dari hasil korupsi, suap, perjudian, penjualan narkotika, dan hasil kejahatan lainnya. Sementara itu, apabila tujuannya adalah untuk menghindari kewajiban perpajakan maka si pemilik uang  bisa saja memperoleh uang dari hasil usaha yang benar atau bisa juga uangnya berasal dari hasil kejahatan tetapi tidak ingin membayar pajak sesuai ketentuan.

Manfaat penting yang perlu diambil oleh pemerintah terkait dengan terbongkarnya dokumen Panama Papers ini paling tidak berupa upaya untuk mengoptimalkan informasinya guna meningkatkan penerimaan pajak khususnya dari pihak-pihak yang teridentifikasi memiliki perusahaan atau melakukan transaksi keuangan dengan menggunakan firma hukum Mossack Fonseca. Mengingat kompleksitas transaksi  dan cakupan jaringan yang sangat luas maka untuk pelaksanaannya tentu saja perlu ada kerjasama yang baik antar instansi pemerintah yang paling tidak melibatkan otoritas pajak, otoritas jasa keuangan dan inteligen keuangan.

PENGHASILAN VS HARTA KEKAYAAN (PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN)

Sejak dilantik sebagai  pimpinan KPK yang baru untuk periode 2015-2019 pada tanggal 21 Desember 2015 yang lalu, KPK telah melakukan operasi tangkap tangan untuk kedua kalinya. OTT pertama terhadap kader PDIP yang berinisial DWP yang juga sebagai Anggota DPR-RI dan kedua terhadap Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus Mahkamah Agung yang berinisal ATS.

Kronologis singkat OTT kedua ini, pada hari Jumat, 12 Februari 2016 sekitar pukul 22.30 WIB, KPK mengamankan seseorang yang berinisial ALE dimana yang bersangkutan merupakan pengacara IS dan seorang sopir di sebuah parkiran di kawasan Gading Serpong, Tangerang. Setelah penangkapan tersebut, KPK  langsung melakukan penangkapan terhadap ATS seorang Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus Mahkamah Agung  di rumahnya di kawasan Gading Serpong, Tangerang. Dalam penangkapan ATS ini ditemukan uang sejumlah Rp400.000.000. Pada saat yang bersamaan, KPK juga menangkap seorang pengusaha berinisial IS yang juga merupakan Direktur PT Citra Gading Asritama di Apartemen Sudirman Park Karet, Jakarta. Selain ketiga orang tersebut, turut diamankan sopir dari IS dan dua orang dari petugas keamanan di perumahan yang tempat domisili ATS.

Menurut pihak KPK, penangkapan ini berkaitan dugaan transaksi suap untuk permintaan penundaan salinan putusan kasasi dimana penundaan pemberian salinan putusan ini dimaksudkan untuk menunda eksekusi hukuman. IS merupakan terdakwa dalam kasus korupsi pembangunan dermaga Labuhan Haji di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Dalam putusan Majelis Hakim Tipikor Mataram IS terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dalam megaproyek Dermaga Labuhan Haji senilai Rp82.000.000.000,00 lebih.

Atas putusan tersebut para terdakwa melakukan upaya banding dan selanjutnya Hakim Pengadilan Tinggi Mataram menjatuhkan vonis terhadap Lalu Gafar Ismail dan IS dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp200.000.000.

ATS dilantik menjadi Kasubdit Kasasi Perdata dan Tata Laksana Perkara di Direktorat Pranata dan Tatalaksana Perkara Perdata Mahkamah Agung pada 28 Desember 2015. Sebelum menjabat Kasubdit, yang bersangkutan duduk sebagai Kasubbag Humas MA. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua MA Nomor 128/KMA/SK/VIII/2014, ATS diketahui mendapatkan tunjangan per bulan sebesar Rp 12.199.000. Selain itu, ATS juga mendapatkan gaji sesuai golongan PNS-nya sehingga per bulan ATS mengantongi penghasilan Rp 15 jutaan.

Terinformasi pula bahwa ATS tinggal di perumahan mewah di Cluster San Lorenzo, Paramount Boulevard, Gading Serpong, Tangerang Selatan. Berdasarkan penuturan Satpan Cluster bahwa ATS sudah menempati rumah tersebut sejak 2 tahun lalu.  Berdasarkan situs jual beli rumah online, satu unit rumah di cluster San Lorenzo dibandrol dengan harga sekitar Rp 2,5 miliar hingga Rp 4 miliar.

Mempertimbangkan hal itu dan dalam rangka memperberat pemidanaan terhadap tersangka dan sekaligus  untuk memutus mata rantai kejahatan, serta membatasi pemanfaatan  atas hasil kejahatan itu sendiri, maka dalam penanganan perkara ini, Penyidik hendaknya menerapkan Tindak Pidana Pencucian Uang. Salah satu unsur penting dalam penerapan tindak pidana pencucian uang, misalnya Pasal 3, 4 atau 5 adalah terkait dengan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

Sebagaimana kita ketahui bahwa rezim hukum tindak pidana pencucian uang pada dasarnya berangkat dari pemindanaan yang berorientasi pada aset atau “follow the money”. Oleh karena itu, maka kedudukan atau penguasaan atas aset yang diduga merupakan hasil tindak pidana menjadi penting.  Oleh karena itu, dalam sistem pembuktian biasanya dianut sistem pembalikan beban pembuktian, dimana terdakwa diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa harta kekayaannya diperoleh secara sah dan bukan merupakan hasil dari tindak pidana. Dikatakan pembalikan beban pembuktian (reversal burden of prove) karena sesuai dengan asas pembuktian suatu peristiwa yang didakwakan seharusnya menjadi kewajiban dari Penuntut Umum, justru dibebankan kepada  terdakwa untuk membuktikan sebaliknya bahwa aset yang diperoleh secara sah. Apabila terdakwa tidak bisa membuktikan bahwa asetnya diperoleh secara sah, maka dengan sendirinya dakwaan Penuntut Umum dianggap terbukti secara hukum.

Adapun ketentuan yang mengatur tentang pembalikan beban pembuktian ini adalah Pasal 77 dan 78 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pasal 77:

Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.

Pasal 78:

  1. Dalam pemeriksaan sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat 1
  2. Terdakwa membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dengan dalam Pasal 2 ayat 1 dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup.

Dalam rezim  follow the money ini, yang perlu dilakukan Penyidik adalah mencari atau menemukan aset atau harta kekayaan tersangka, kemudian atas seluruh aset dimaksud ditelusuri perolehannya apakah sumbernya berasal dari sumber yang sah atau tidak. Untuk itu, Penyidik memerlukan beberapa bukti yang terkait dengan  profil keuangan, misalnya gaji atau penghasilan yang diperoleh sebagai Pejabat atau pegawai Mahkamah Agung, data SPT PPh, rekening bank yang digunakan untuk menerima pembayaran gaji, atau laporan harta kekayaan. Disamping itu, Penyidik juga perlu memastikan apakah tersangka memiliki penghasilan selain yang berasal dari pekerjaannya misalnya yang bersangkutan memiliki usaha. Jika memiliki usaha, selanjutnya perlu diketahui jenis usaha, aktivitas usaha, rata-rata penghasilan yang diterima per bulan, lokasi usaha, kapan usaha tersebut dimulai, berapa karyawan yang dipekerjakan, laporan keuangan usaha, pembayaran pajak atas hasil usaha, rekening bank yang digunakan untuk aktivitas usaha, siapa saja yang menggunakan hasil usaha  tersebut, dan lain sebagainya.

Potret atau gambaran keuangan tersangka ini kemudian dibandingkan dengan dengan harta kekayaan riil yang dimiliki tersangka dan hal itu akan menjadi bukti bagi Penyidik untuk memastikan harta kekayaan yang dimiliki tersangka berasal dari usaha yang sah atau tidak. Tentunya  langkah awal yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi semua harta kekayaan yang dimiliki tersangka (baik atas nama sendiri atau orang lain). Harta kekayaan dapat berupa uang tunai (rupiah atau dalam mata uang asing), rekening bank, rekening efek, deposito, tanah dan atau bangunan, ruko, rukan, rukost, apartemen, kendaraan bermotor,  logam mulia, lukisan, modal usaha perusahaan. Selanjutnya perlu ditelusuri nilai, tahun perolehan, sumber dana dan yang tak kalah penting adalahh cara pembayaran atas perolehan harta kekayaan  tersebut.

Satu hal yang perlu dipahami dan disadari adalah  para pelaku kejahatan senantiasa berupaya untuk mencari cara agar harta kekayaannya tidak mudah  dideteksi. Salah satu cara yang mungkin ditempuh mereka dengan cara mengatasnamakan harta kekayaannya atas orang lain misalnya keluarga, kerabat, sopir, pembantu rumah tangga, karyawan, tukang kebun, atau orang lain yang dekat dengan tersangka. Secara administratif formal tidak terlihat bahwa harta kekayaan milik tersangka, meskipun sesungguhnya pemilik sebenarnya adalah yang bersangkutan.

MENGAPA BANYAK ORANG TAKUT DENGAN TRANSAKSI MENCURIGAKAN ?

Kita mungkin sudah pernah atau bahkan sering mendengar istilah transaksi mencurigakan. Mendengar  kata mencurigakan saja mungkin sudah membuat pikiran kita tertuju pada kejahatan atau tindak pidana. Pikiran itu diperkuat lagi dengan pemberitaan media yang mengabarkan banyak kasus kejahatan  yang ditangani Penyidik terutama untuk kasus-kasus yang ditangani KPK, dimana pelakunya teridentifikasi memiliki transaksi mencurigakan. Tetapi sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan transaksi mencurigakan itu dan apakah transaksi mencurigakan itu selalu atau sudah pasti berkaitan dengan  kejahatan atau tindak pidana? Lebih lanjut, apakah kita perlu takut dengan transaksi mencurigakan ?

Istilah transaksi mencurigakan sebagaimana sudah sering kita dengar atau sering muncul di media massa, sebenarnya yang dimaksudkan adalah transaksi keuangan mencurigakan. Transaksi keuangan mencurigakan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah:

  1. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karateristik, kebiasaan pola transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan.
  2. Transaksi keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan  untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan  Undang-Undang ini.
  3. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana, atau.
  4. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Salah satu definisi transaksi keuangan sebagaimana angka 1 diatas, akan diuraikan lebih lanjut  pada tulisan ini sedangkan yang lainnya akan diuraikan pada kesempatan lain. Untuk memudahkan kita memahami transaksi keuangan mencurigakan ada beberapa hal yang perlu dipahami terlebih dahulu.

Pertama, apa yang dimaksud dengan transaksi. Transaksi sebagaimana dimaksud dengan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak dan atau kewajiban atau yang menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih.

Kedua, transaksi keuangan. Transaksi Keuangan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 adalah transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan atau penukaran sejumlah uang dan atau tindakan  lain yang berhubungan dengan uang. Kata kunci pada definisi ini adalah tindakan yang berhubungan dengan uang. Adapun tindakan yang terkait dengan uang misalnya menyetorkan uang ke bank, membayar uang untuk pembelian rumah, mobil, apartemen, atau menerima sumbangan dari seseorang, dan lainnya.

Ketiga, transaksi keuangan yang menyimpang dari profil. Kata profil berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia :http://www.kamusbesar.com/31198/profil artinya adalah pandangan dari samping (tentang wajah orang); lukisan (gambar) orang dari samping; sketsa biografis;  grafik atau ikhtisar yg memberikan fakta tentang hal-hal khususSedangkan terjemahan profile  dalam bahasa Inggris adalah  an analysis (often in graphical form) representing the extent to which something exhibits various characteristic.  Jadi yang dimaksud dengan profil adalah gambaran tentang orang atau fakta-fakta tentang hal-hal tertentu dimana gambaran tersebut dalam skala tertentu akan merepresentasikan atau menggambarkan sesuatu secara khusus.  Semakin banyak fakta , gambar, sketsa atau ikhtisar maka akan semakin lengkap gambaran tentang orang atau hal-hal tertentu dimaksud dan dengan demikian akan memudahkan untuk membedakan gambaran antara satu dengan lainnya.

Profil tentang orang mencakup nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, alamat tempat tinggal, pekerjaan, nomor telpon (HP atau rumah), nomor kartu identitas (KTP/SIM/Paspor, NPWP, dll), status perkawinan (nikah atau belum nikah) penghasilan. Untuk gambaran tentang pekerjaan bisa dirinci lebih lanjut, misalnya  sebagai:

  1. Karyawan swasta (dengan jabatan sebagai staf, manajer, direktur, komisaris, dll). Nama perusahaan tempat bekerja, alamat perusahaan, bidang usaha perusahaan, atau produk perusahaan.
  2. Pemilik atau pemegang saham perusahaan. Nama perusahaan, alamat (termasuk website), dan bidang usaha  perusahaan,  produk/jasa perusahaan, nomor telpon perusahaan, pengguna atau pemakai produk atau jasa perusahaan.
  3. Pelajar atau mahasiswa.
  4. Ibu rumah tangga.
  5. Pegawai pemerintah. Nama instansi tempat bekerja, alamat, dan jabatan.
  6. Pegawai BUMN (dengan jabatan staf, pejabat, direktur, komisaris atau lainnya), nama instansi tempat bekerja dan alamat instansi.
  7. Guru/dosen, nama sekolah/universitas tempat mengajar, alamat, jabatan.

Demikian juga halnya tentang penghasilan, juga dapat di rinci lebih lanjut, misalnya seorang yang pekerjaannya sebagai karyawan swasta dengan jabatan direktur pada perusahaan PT. XYZ menerima gaji sebesar Rp50.000.000,00/bulan, dan  bonus akhir tahun sebesar Rp200.000.000,00, dan yang bersangkutan tidak mempunyai pekerjaan atau usaha lain.

Kaitan antara profil dengan transaksi keuangan adalah untuk setiap profil akan mempunyai pola atau kebiasan dalam melakukan transaksi keuangan. Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa transaksi keuangan merupakan kegiatan atau tindakan yang berhubungan dengan uang. Seseorang dengan gambaran yang melekat pada dirinya dapat dipastikan mempunyai kebiasaan dalam melakukan transaksi yang berhubungan dengan uang.

Misalnya, almarhum ibu saya yang merupakan seorang pegawai negeri sipil di Puskesmas, setiap bulannya menerima gaji secara tunai yang diambil ke kantor pos yang jaraknya lebih kurang 20 KM dari Desa kami. Setelah mengambil uang, biasanya beliau berangkat menuju Kantor Kas BRI terdekat untuk menyetorkan sebagian uang gajinya ke rekening tabungan. Kegiatan menyetorkan uang setiap bulan ke rekening tabungan BRI tersebut telah dilakukan almarhum lebih kurang 20 tahun.  Pengambilan gaji biasanya dilakukan antara tanggal 5 sd. 10 setiap bulannya. Jadi kalau kita memperhatikan mutasi rekening tabungan almarhum ibu saya tadi, maka akan terlihat bahwa dana masuk umumnya berasal dari setoran tunai dengan nominal yang tidak besar. Pola atau kebiasaan ini pada akhirnya akan menjadi gambaran umum tentang transaksi keuangan yang dilakukan oleh almarhum ibu saya.

Pola atau kebiasaan transaksi keuangan ini akan lebih mudah dipahami dalam transaksi perbankan. Dalam transaksi perbankan dikenal istilah transaksi Kredit dan Debet. Transaksi Kredit artinya dana masuk pada rekening, dimana transaksi dana masuk dapat dilakukan melalui setoran tunai, pemindahbukuan, atau transfer. Sedangkan untuk transaksi dana keluar bisa dilakukan melalui transaksi penarikan tunai, pemindahbukuan atau transfer.

Sebagai contoh, untuk seorang yang profesinya sebagai seorang karyawan perusahaan dengan jabatan sebagai Staf dengan gaji sebesar Rp10.000.000/bulan ditambah insentif Rp50.000.000/tahun yang  dibayarkan pada bulan Juni dan Desember. Pembayaran gaji dilakukan pada  tanggal 1  setiap bulannya, dan jika pada tanggal tersebut merupakan hari Sabtu, Minggu atau hari libur maka pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Untuk memudahkan pembayaran gaji, perusahaan mewajibkan setiap karyawan membuka rekening misalnya pada PT  Bank  Mandiri. Dari gambaran ini maka akan tercermin transaksi yang terjadi pada rekening yang bersangkutan, yaitu transaksi pembayaran gaji sebesar  Rp10.000.000/bulan dan insentif sebesar Rp25.000.000. Bila tidak ada informasi tambahan tentang penghasilan karyawan dimaksud, maka transaksi pada rekening akan terlihat berapa nominal dana masuk, kapan transaksi dana masuk terjadi, dan juga cara transaksi dana masuk, misalnya pemindahbukuan atau transfer. Transaksi-transaksi tersebut akan terus berulang selama menjadi karyawan yang pada akhirnya akan membentuk suatu pola atau kebiasaan transaksi. Pola atau kebiasaan transaksi inilah yang dikenal dengan transaksi wajar atau lazim atau yang sesuai dengan profil.

Selanjutnya apa yang dimaksud dengan transaksi keuangan yang tidak sesuai dengan profil ? Bila mengacu pada karyawan tadi, maka bila ada transaksi dana masuk selain  dari gaji atau insentif maka dapat dikategorikan sebagai transaksi yang tidak sesuai profilnya, misalnya transaksi dana masuk sebesar Rp100.000.000,00; Rp5.000.000,00; Rp10.000.000,00; atau Rp.15.000.000,00. Transaksi dana masuk tersebut bisa saja dilakukan melalui setoran tunai, pemindahbukuan atau transfer.

Mengapa transaksi tersebut tergolong sebagai transaksi yang tidak sesuai profil?  Dapat diyakini bahwa transaksi dana masuk sebesar Rp100.000.000, Rp5.000.000, Rp10.000.000 dan Rp15.000.000 merupakan transaksi diluar kelaziman transaksi keuangan yang profilnya sebagai karyawan. Oleh karena itu, transaksi  ini termasuk kategori transaksi mencurigakan sebagaimana Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.

Transaksi keuangan mencurigakan ini kemudian bila mengacu pada Pasal 23 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 wajib dilaporkan oleh Penyedia Jasa Keuangan kepada PPATK. Adapun pihak Pelapor sebagaimana dimaksud Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 adalah:

  1. PENYEDIA JASA KEUANGAN yang meliputi bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyedia jasa giro, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran   menggunakan kartu,  penyelenggara e-money dan atau e-wallet, koperasi yang melakukan kegiatan  simpan pinjam, pegadaian, perusahaan yang bergerak  di perdagangan berjangka komiditi, penyelenggara kegiatan usaha  pengiriman uang.
  2. PENYEDIA BARANG DAN ATAU JASA lain yang meliputi perusahaan property atau agen property, pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasan/logam, pedagang barang seni dan antik, atau balai lelang.

Laporan yang disampaikan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan  tersebut akan di olah lebih lanjut melalui kegiatan analisis dan atau pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.  Hasil analisis dan atau pemeriksaan tersebut mendasarkan pada Pasal 44 ayat (1) huruf l  dapat diteruskan kepada Penyidik. Kata “dapat” disini dapat dimaknai bahwa tidak seluruh laporan diteruskan kepada Penyidik. Tentu saja kriteria  yang digunakan untuk menentukan suatu laporan diteruskan atau tidak kepada Penyidik, berkaitan dengan ada  atau tidak indikasi tindak pidana pencucian uang dan atau tindak pidana lain pada suatu transaksi keuangan.

Dari gambaran ini sebenarnya dapat dipahami bahwa transaksi mencurigakan tidak otomatis atau serta merta terkait dengan tindak pidana. Kalau kita kembali ke contoh diatas tadi, misalnya transaksi dana masuk Rp100.000.000 ternyata berasal dari hasil hasil penjualan sebidang tanah atau  berasal dari pinjaman bank maka dapat diyakini laporannya tidak akan diteruskan kepada Penyidik. Sebaliknya apabila transaksinya terkait dengan tindak pidana, misalnya suap  maka pada akhirnya akan diteruskan kepada Penyidik.

Berdasarkan uraian ini semoga kita semakin paham dan menyadari bahwa pada dasarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan transaksi mencurigakan sepanjang diyakini tidak terkait dengan tindak pidana. Hal ini sangat cocok dengan slogan “Kalau bersih kenapa risih”.

PRAKTEK AKAL-AKALAN DALAM PENGGUNAAN ANGGARAN

Mungkin peristiwa atau kejadian penyalahgunaan anggaran pemerintah khususnya pemerintah daerah sudah sangat sering kita dengar karena begitu banyak Kepala Daerah atau Pejabat yang tersangkut dalam kasus korupsi terkait dengan penggunaan anggaran. Kepala Daerah umumnya tersangkut kasus suap atau korupsi dalam kegiatan pengadaan barang atau jasa, seperti pengadaan kendaraan dinas, pembangunan infrastruktur daerah, pembangunan rumah sakit, sekolah, rumah ibadah dan lain sebagainya.

Berikut ini merupakan gambaran salah satu modus yang digunakan untuk mensiasati agar secara dokumen administrasi proses pengadaan terlihat sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, meskipun dalam kenyataannya tidak demikian.

  Gambar

Dari gambaran tersebut diatas dapat diuraikan bahwa AZA seorang Bupati Kepala Daerah Tingkat Dua merancang usaha sedemikian rupa guna mendapatkan dana pemerintah dengan cara mendirikan beberapa perusahaan dengan berbagai bidang usaha tetapi secara struktur kepemilikan dan kepengurusan tidak terlihat secara langsung keterlibatan sang perancang. Perusahaan-perusahaan ini nantinya akan mengikuti tender atas setiap pekerjaan yang ditawarkan Pemda. Berdasarkan dokumen perusahaan diketahui pemilik PT Anugrah adalah Anton dan Budiman sebagai Direktur yang menjalankan seluruh operasional perusahaan. Ternyata Anton adalah adik kandung dari Sang Bupati sedangkan Budiman merupakan sahabat karib Sang Kepala Daerah. Selanjutnya untuk perusahaan-perusahaan seperti PT Kurnia, PT Abadi, PT Sementara, PT Sukses, dan PT Makmur ternyata pengurus atau pemilik adalah karyawan PT Anugrah namun semua aspek terkait dengan pendiriannya dilakukan oleh Kepala Daerah atau orang lain yang disuruh Kepala Daerah. Perusahaan ini semuanya berdomisil di daerah dimana sang Kepala Daerah berkuasa sedangkan untuk PT Makmur Sejahtera didirikan di daerah lain dimana pemiliknya adalah anak Kepala Daerah.

Dari aspek legalitas tidak ada yang salah dengan pendirian perusahaan ini karena semua persyaratan pendirian perusahaan secara administratif sudah terpenuhi. Oleh karena itu, bila hanya mendasarkan dokumen kontrak pengadaan atau kontrak proyek, maka pelaksanaannya sangat mungkin semua terlihat sesuai dengan ketentuan pengadaan barang.

Berdasarkan dokumen pendirian perusahaan, PT Makmur Sejahtera bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit, tetapi berdasarkan transaksi keuangan perusahaan terlihat dana masuk sama sekali tidak ada keterkaitannya dengan usaha perkebunan kelapa sawit tetapi berasal dari perusahaan-perusahaan yang mendapatkan pekerjaan dari Pemda atau pihak-pihak yang memiliki profil perusahaan-perusahaan yang melaksanakan proyek Pemda. Tidak hanya dari sisi dana masuk, demikian pula halnya dengan dana keluar terlihat bahwa pengeluaran dana pada rekening ini tidak menggambarkan transaksi perusahaan perkebunan, tetapi digunakan untuk membeli kendaraan mewah seperti Wrangler, BMW Sport, Pajero Sport, Honda CRV, Nissan X Trail, dan beberapa mobil mewah lainnya. Dana lainnya digunakan untuk membeli beberapa rumah mewah dengan harga diatas Rp3 milyar per unit, belanja di butik-butik mewah di Jakarta, serta sebagian lainnya dikirimkan ke rekening pribadi atas nama Zulaiha yang notabene merupakan istri dari Sang Kepala Daerah dan kepada AZA sendiri.

Bila kita perhatikan transaksi keuangan pada rekening PT Makmur Sejahtera, maka akan terlihat bahwa transaksi yang terjadi pada rekening bank sama sekali tidak ada kaitannya dengan aktivitas usaha perkebunan kelapa sawit. Pada dasarnya hal seperti inilah yang dimaksudkan pada bunyi Pasal 1 angka 5 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyatakan “ transaksi keuangan mencurigakan adalah transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karateristik, atau kebiasan pola transaksi dari Pengguna jasa yang bersangkutan”. Mendasarkan pada pasal ini maka patut diduga bahwa transaksi-transaksi pada rekening PT Makmur Sejahtera masuk kategori transaksi mencurigakan yang patut diduga dilakukan hanya untuk menghilangkan atau mengaburkan asal usul uang.

Terkait dengan pendirian perusahaan ada beberapa hal yang perlu dicermati untuk melihat keterkaitan perusahaan tersebut dengan pihak Pemda, yaitu waktu pendirian, kepemilikan perusahaan, atau kepengurusan perusahaan, dan yang tak kalah pentingnya adalah pengendali perusahaan. Waktu pendirian perusahaan sangat penting untuk melihat maksud dan tujuan serta ada tidaknya keterkaitan perusahaan dimaksud dengan Pihak Pemerintah. Salah satu langkah yang ditempuh Kepala Daerah untuk mendapatkan dana pengelolaan pemerintah daerah adalah dengan mendirikan perusahaan. Oleh karena itu perlu mengetahui waktu pendirian perusahaan yang mendapatkan proyek pemerintah, perhatikan apakah pendirian perusahaan tersebut berdekatan dengan waktu pengangkatan Kepala Daerah atau jika perusahaan tersebut ternyata waktu pendiriannya jauh sebelum pengangkatan Kepala Daerah, perhatikan apakah ada perubahan anggaran dasar terkait perubahan kepemilikan atau kepengurusan.

Dalam hal waktu pendirian perusahaan berdekatan dengan pengangkatan seorang Kepala Daerah maka selanjutnya yang perlu dicermati adalah kesesuaian antara spesifikasi perusahaan dengan infrastrukur yang dimilikinya seperti gedung kantor, peralatan dan jaringan kantor, jumlah karyawan, partner usaha, alat-alat berat/ringan yang dimiliki untuk kegiatan usaha, kendaraan operasional, dan lain-lain.

Hal-hal ini kemudian akan sangat berguna untuk melihat kewajaran atau kelayakan perusahaan untuk mengerjakan proyek-proyek pemerintah daerah terutama untuk proyek pekerjaan pembangunan infrastruktur dalam skala besar, misalnya pembangunan gedung kantor, pembangunan jalan, pelabuhan, atau jembatan. Jika ketidakwajaran atau ketidaklayakan semakin besar, maka semakin kuat dugaan perusahaan ini ada keterkaitan dengan Pemda dan selanjutnya perlu ditelusuri saling keterkaitannya.

Disisi lain, apabila perusahaan sudah berdiri jauh sebelum Kepala Daerah menjabat, maka hal lain yang perlu diperhatikan adalah perubahan anggaran dasar khususnya perubahan kepemilikan dan atau kepengurusan. Cara ini sering juga digunakan pemimpin daerah mengingat nama perusahaan sudah melekat di mata masyarakat dan masyarakat masih menganggap perusahaan tersebut tidak ada kaitannya dengan Kepala Daerah. Padahal secara administrasi sudah ada pengalihan kepemilikan saham dari pemilik lama kepada pemilik baru atau adanya penambahan pemegang saham yang semula terdiri dari 2 (dua) orang menjadi 3 (tiga) orang dimana salah satu diantaranya adalah pihak terkait dengan Kepala Daerah.

Terkait dengan kepemilikan atau kepengurusan perusahaan, ada beberapa pilihan yang bisa diambil sang perancang pada saat penetapan nama pemilik atau pengurus dalam akta notaris anggaran dasar perusahaan, yaitu dengan mencantumkan nama sang Kepala Daerah sendiri atau mencantumkan nama anak, nama istri, nama keluarga dekat misalnya saudara kandung sang Kepala Daerah atau saudara kandung istri Sang Kepala Daerah, nama orang tua sang Kepala Daerah, nama mertua sang Kepala Daerah, atau kadang malah memakai nama sopir, tukang kebun atau pihak lain.

Dalam hal ini, dokumen akat pendirian perusahaan bisa menjadi berguna untuk mengetahui informasi kepemilikan atau kepengurusan, tetapi kadang malah tidak berguna mengingat nama pemilik atau pengurus secara sekilas tampak tidak ada sama sekali keterkaitannya dengan Kepala Daerah. Dalam kondisi seperti ini, informasi mengenai pihak yang mengendalikan perusahaan menjadi sangat penting. Yang dimaksud dengan pengendali perusahaan adalah pihak lain selain pengurus (direksi dan komisaris) dan pemilik yang sangat berperan atau berpengaruh dalam setiap kebijakan yang diambil perusahaan.

Istilah inilah yang lazim dikenal dengan nama Beneficial Owner. Untuk mengetahui siapa Beneficial Owner dari sebuah perusahaan memerlukan upaya tersendiri mengingat bila hanya mendasarkan pada dokumen sudah pasti tidak akan pernah tercantum. Informasi ini umumnya dapat diperoleh dari pihak internal perusahaan misalnya ada informasi Si A sering ikut dalam rapat direksi atau dalam rapat penetapan program kerja tahun atau ada informasi bahwa direksi sering mengunjungi rumah Si A, atau Si A sering melakukan perjalanan dinas dengan direksi dan informasi lain yang mengarah pada ada ketergantungan jajaran direksi kepada seseorang sehingga dalam setiap pengambilan keputusan penting selalu berkonsultasi kepada orang tersebut.

Sebagaimana sudah kita ketahui bersama bahwasanya jika pelaksana proyek atau pemenang proyek terkait dengan pihak Pemda selaku pemilik pekerjaan, maka dapat dipastikan hasil pekerjaan tidak sesuai yang diharapkan yang umumnya akan tercermin pada harga pengadaan lebih tinggi atau mark-up, kualitas pekerjaan lebih rendah, volume pekerjaan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, dan yang paling buruk pekerjaan sama sekali tidak dikerjakan namun anggaran terealisasi. Oleh karena itu dalam keseharian mungkin kita pernah mengalami atau melihat sendiri, ada jalan yang baru saja selesai diperbaiki tetapi sudah rusak atau ada jembatan yang baru beberapa bulan diresmikan sudah pada ambruk, atau ada bangunan sekolah yang baru selesai dibangun sudah pada bocor dan retak-retak.

Tentunya praktek seperti ini sangat merugikan masyarakat, karena anggaran pemerintah yang seharusnya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam kenyataannya hanya untuk kepentingan segelintir orang saja. Dampak lebih lanjut dari praktek ini akan menyuburkan kesenjangan ekonomi masyarakat dan meningkatkan angka kemiskinan masyarakat. Tidak jarang suatu daerah yang memiliki anggaran pendapatan yang besar tetapi masyarakat tidak merasakan dampak langsung dari pembangunan yang dilakukan pemerintah setempat mengingat proyek-proyek yang dikerjakan banyak yang terbengkalai dan kadang sudah rusak sebelum digunakan.

Selanjutnya apa yang dapat kita lakukan untuk mengurangi praktek seperti tersebut diatas ?. Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk mengawasi setiap pengeluaran anggaran pemerintah. Oleh karena itu perlu dibuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menyampaikan laporan terkait dengan kegiatan pemerintah. Disamping itu, mengoptimalkan lembaga-lembaga pemerintah yang ada juga merupakan suatu langkah yang perlu ditempuh. Salah satu lembaga pemerintah dimaksud adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang bertuga untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Sejalan dengan upaya untuk mencegah tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka dipandang perlu pemerintah daerah memberikan akses seluas-luasnya kepada lembaga dimaksud untuk melakukan pemantauan transaksi keuangan anggaran. Langkah ini dipandang sangat strategis dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi mengingat atas setiap transaksi keuangan terkait penggunaan anggaran pemerintah daerah dapat ditelusuri dan dipantai aliran transaksinya yang pada akhirnya dapat memastikan realisasi anggaran sesuai atau tidak dengan peruntukannya.

SISI LAIN TRAVELLER’S CHEQUE

 Traveller’s cheque atau  yang lazim kita kenal dengan cek perjalanan  adalah cek yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan bank atau bukan bank yang berfungsi sebagai uang tunai. Cek perjalanan merupakan surat berharga yang mengandung nilai, dimana penerbit (issuer) baik bank maupun non bank sanggup membayar sejumlah uang sebesar nilai nominal yang tertera pada cek perjalanan tersebut kepada orang yang tanda tangannya tertera ada cek perjalanan itu atau kepada orang yang membawa cek perjalanan tersebut. Untuk jenis pertama  kita kenal dengan cek perjalanan atas nama, hanya bisa ditukarkan oleh orang yang nama dan tanda tangannya sama dengan tercantum pada cek perjalanan tersebut. Sedangkan untuk jenis kedua dikenal dengan nama cek perjalanan atas unjuk atau sipembawa dan dapat ditukarkan oleh siapa saja yang membawa cek perjalanan tersebut.

Traveller’s cheque sering disebut juga dengan cek pelancong karena kebanyakan digunakan oleh orang-orang yang sedang melancong atau bepergian. Cek perjalanan ini sangat berguna ketika melakukan perjalanan baik perjalanan dalam negeri maupun luar negeri. Khusus untuk  perjalanan luar negeri, cek perjalanan ini semakin bermanfaat terutama untuk pelaku perjalanan atau pelancong yang tidak memiliki kartu kredit, atau mempertimbangkan tidak semua  merchant menerima pembayaran kartu kredit atau kalaupun menerima pembayaran kartu kredit tertentu saja dan yang tak kalah pentingnya apabila membawa uang tunai dalam jumlah banyak ada risiko hilang.  

Lebih lanjut ada beberapa keuntungan yang diperoleh pelaku perjalanan apabila menggunakan Traveller’s cheque  atau sering juga disingkat menjadi TC  ketika melakukan perjalanan yaitu:

  1. Memberikan kemudahan berbelanja karena  banyak toko, hotel, atau agen perjalanan menerima pembayaran melalui TC,
  2. Mengurangi risiko kehilangan uang mengingat apabila TC hilang si pemilik/si pembawa dapat langsung melapor ke bank penerbit dan TC yang hilang tersebut tidak bisa ditukarkan pihak lain,
  3. Masa berlakunya tidak terbatas, dan
  4. Lebih aman daripada menggunakan atau membawa uang tunai terutama dalam jumlah besar.

Hal lain yang dapat kita kemukakan terkait traveller’s cheque  ini adalah umumnya traveller‘s cheque  ini diterbitkan oleh bank terkemuka di dunia,  Bank Devisa selaku Selling Agent dan’atau Paying Agent), dalam mata uang yang kuat (hard currency) seperti : US Dollar, Poundsterling, Yen, Euro, umumnya digunakan untuk  membayar biaya penginapan, restoran, belanja, tiket pesawat, dapat ditukar dengan uang tunai, disimpan dalam rekening giro, dapat diwariskan.

Tetapi dalam perkembanganannya, cek perjalanan ini ternyata tidak hanya digunakan untuk kepentingan perjalanan wisata tetapi untuk kepentingan lain yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan kegiatan wisata. Pada beberapa kasus yang terjadi di Indonesia ternyata cek perjalanan digunakan untuk suap. Sebut misalnya dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian travel cek kepada anggota DPR-RI periode Tahun 1999-2004 dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI dimana sejumlah anggota Komisi Keuangan DPR Periode 1999-2004 diduga menerima suap berupa 580 lembar cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. Dalam kasus ini, TC yang menyebar ke anggota komisi IX DPR periode 1999-2004 itu dibeli Bank Artha Graha (AG) dari Bank Internasional Indonesia atas nama PT First Mujur Plantation & Industry (FMPI) sebuah perusahaan yang bergerak dalam perkebunan kelapa sawit. Kasus lain, Pengadaan alat kesehatan flu burung Tahun 2006 pada Kemenko Kesra  yang melibatkan mantan Sekretaris Menko Kesra  yang menerima Mandiri Travellers Check dan BNI Cek Multi Guna. Kasus lain, cek perjalanan  digunakan untuk menyuap Pejabat dalam upaya upaya mendapatkan proyek atau proses pengesahan anggaran.

Fenomena ini cukup menarik mengingat suap atau pemberian umumnya berupa uang tunai baik uang rupiah atau uang asing misalnya dolar Singapore.  Dalam beberapa kasus suap khususnya yang diketahui melalui peristiwa tertangkap tangan, barang bukti yang diperoleh umumnya berupa uang tunai, sebut misalnya kasus pemberian suap kepada Bupati Kabupaten Bogor, Ketua Mahkamah Konstitusi, Kepala SKK Migas, dan lain-lain.  Selanjutnya mengapa kemudian mengapa suap dilakukan melalui cek perjalanan ?

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya  bahwa cek perjalanan ini diterbitkan oleh bank atau non bank dan dapat dibeli siapa saja. Nilai selembar cek perjalanan bervariasi dari nilai kecil hingga besar seperti Rp500.000, Rp1.000.000, Rp5.000.000, Rp10.000.000, Rp20.000.000 , Rp25.000.000 dan bahkan ada yang senilai Rp25.000.000 per lembar. Untuk mendapatkan cek perjalanan ini, Sipembeli cukup datang ke bank penerbit untuk membeli sejumlah diinginkan dan pembayarannya pun bisa secara tunai atau non tunai.  Atas pembayaran tersebut kemudian pihak bank menyerahkan blangko cek perjalanan sebanyak yang dibeli, misalnya jika sipembeli menyerahkan uang sebesar Rp250.000.000, maka yang bersangkutan akan menerima 10 lembar cek perjalanan masing-masing senilai Rp25.000.000.

Paling tidak ada beberapa hal yang menjadi point penting sehingga suap diberikan dalam bentuk cek perjalanan. Salah satu diantaranya, cek perjalanan ini bentuknya hanya berupa lembar dokumen cek biasa sehingga pada saat ada penyerahan dari satu pihak ke pihak lain terkesan sebagai pertukaran dokumen saja bukan sebagai peristiwa suap menyuap. Hal lain, nilai per lembar cek perjalanan cukup besar sehingga pada saat ingin menyuap seseorang dalam jumlah besar yang jika dilakukan melalui uang tunai akan mengundang perhatian pihak lain karena ada tumpukan uang dalam jumlah banyak. Cek perjalanan tidak memiliki jangka waktu dan dapat ditukarkan setiap saat sehingga antara waktu pembelian,penyerahan, dan  pencairan bisa dalam rentang waktu yang sangat jauh.    

Selanjutnya dan yang tak kalah pentingnya adalah sulit mengetahui siapa pemilik cek perjalanan tersebut. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat penjualan cek perjalanan bisa dilakukan secara tunai. Si pembeli bisa datang sendiri ke bank penerbit  atau menyuruh orang lain untuk melakukan pembelian. Selanjutnya cek perjalanan diterima oleh sipembeli atau orang yang disuruh membeli. Penyerahan cek perjalanan kepada pihak lain (sipenerima suap) bisa dilakukan sendiri oleh pihak yang ingin memberi suap atau orang lain yang disuruh. Demikian juga hal dengan sipenerima suap, bisa menerima sendiri atau menyuruh orang lain dan untuk pencairannya pun dapat dilakukan oleh siapa saja. Mekanisme ini bisa menjadi celah bagi pihak-pihak tertentu untuk menggunakan cek perjalanan sebagai media suap mengingat adanya peluang menjauhkan jarak atau jejak si pemberi dan sipenerima sesungguhnya.

Demikian juga halnya dengan cek perjalanan yang diterbitkan dalam nilai valuta asing. Untuk TC valas ada yang diterbitkan oleh bank dan ada juga yang diterbitkan non bank. Nilai TC valas ini juga sangat bervariasi antara USD20 hingga USD500 yang tentunya bisa berbeda antara penerbit satu dengan lainnya. Sama hal dengan TC yang diterbitkan di dalam negeri, TC yang diterbitkan di luar negeri juga bisa digunakan untuk kepentingan tertentu yang  tidak ada kaitannya sama sekali dengan aktivitas perjalanan wisata. Sebagai ilustrasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Seseorang membawa Traveler’s Check yang diterbitkan salah satu bank di Australia (Bank Penerbit) ke Mataram-Lombok. Traveler’s check tersebut kemudian ditukarkan di bank tertentu di Mataram-Lombok (Bank Pembayar) atau bisa juga ditukarkan di money-changer tertentu yang menerima penukaran TC.  Jika TC ditukarkan di bank maka si pembawa TC akan menerima uang rupiah sejumlah nilai TC yang ditukarkan yang tentunya setelah memperhitungkan kurs mata uang Australia terhadap Rupiah. Selanjutnya uang rupiah hasil penukaran TC diterima  secara tunai atau ditransfer.  Pihak bank pembayar kemudian menagihkan penukaran TC tersebut kepada Bank Penerbit di Australia karena bank penerbit sudah menerima pembayaran dari pihak pembeli TC yang mungkin saja transaksi pembeliannya dilakukan secara tunai atau non tunai.

Sedangkan mekanisme jika penukaran TC dilakukan melalui pedagang valuta asing atau money changer dapat digambarkan sebagai berikut sipembawa TC menukarkan TC ke pihak money changer dan akan menerima hasil penukaran secara tunai atau transfer. Money Changer selanjutnya menukarkan TC tersebut kepada bank tertentu (Bank Pembayar) dalam negeri dan akan menerima pembayaran secara tunai atau transfer.  Selanjutnya Bank Pembayar dalam negeri tadi akan menagihkan penukaran TC ini kepada Bank Penerbit di Australia. Uang hasil penukaran TC selanjutnya disetorkan ke seseorang sesuai kepentingannnya.

Praktek ini sangat mungkin digunakan sebagai media untuk memasukkan uang ke Indonesia   disamping melalui media transfer uang antara negara atau melalui pembawaaan secara tunai. Tentunya pasti ada hal menarik yang menjadi sisi pertimbangan pelaku menggunakan mekanisme TC untuk memasukkan uang dari luar negeri ke Indonesia. Terkait dengan pembawaan uang tunai ke Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER – 01/BC/2005  tanggal 19 Januari 2005 Tentang Tatalaksana Pengeluaran Dan Pemasukan Uang Tunai  khususnya Pasal 3 menyatakan bahwa:

  1. Setiap orang yang membawa uang tunai berupa rupiah sejumlah Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih, atau mata uang asing yang nilainya setara dengan itu, ke dalam Daerah Pabean                 wajib memberikan laporan kepada Pejabat Bea dan Cukai.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi dan menyerahkan:
     a. Customs Declaration (BC 2.2) jika dibawa langsung oleh penumpang; atau
     b. Pemberitahuan Impor Barang (BC 2.0) jika diimpor sebagai barang kargo; atau
      c. Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (BC 2.1) jika melalui Perusahaan Jasa Titipan (PJT).
  3. Apabila yang dibawa adalah uang tunai berupa rupiah maka setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memeriksakan keaslian uang rupiah tersebut kepada Pejabat Bea dan Cukai.
    Sesuai ketentuan tersebut diatas maka atas setiap pembawaan uang tunai masuk daerah kepabeanan Indonesia senilai Rp100.000.000 atau  lebih wajib melapor kepada Pejabat Bea dan Cukai. Apabila hal ini dilakukan maka akan tercatat nama si pembawa, jenis mata uang, jumlah dan negara asal pembawaan. Sama hal dengan apabila melakukan transfer melalui lembaga perbankan akan lebih mudah untuk mengetahui para pihak sebagaimana dimaksud dimuka.

Sekilas dalam transaksi penukaran TC valas ini tidak terlihat ada kejanggalan karena seolah–olah traveller’s check tersebut memang ditukarkan oleh wisatawan yang datang ke Indonesia. Apalagi kalau daerah tempat penukaran cek perjalanan merupakan daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi wisatawan seperti Bali, Lombok, Yogkarta, Manado dan daerah wisata lainnya. Namun apabila jumlah transaksi penukaran TC baik di perbankan maupun melalui money changer sangat banyak maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Hal ini perlu dilakukan mengingat ada celah untuk mengaburkan asal usul uang dan para pihak yang terkait dengan uang tersebut apabila memasukkan uang  ke Indonesia melalui penukaran TC.

Terkait dengan transaksi penukaran TC valas yang dilakukan melalui money changer tadi ada beberapa komponen yang perlu diketahui seperti pihak penerbit, bank pembayar (jika TC diterbitkan pihak non Bank), nama pembeli (jika TC atas nama), jumlah TC yang ditukar berikut nominal per lembar TC misalnya 50 Australian Dollar atau 100 Australian Dollar atau 500 Autralian Dollar, dan pihak penerima dana hasil penukaran TC. 

Sebagaimana lazimnya kegiatan usaha money changer sesuai namanya pedagang valuta asing, maka seyogianya transaksi yang banyak terjadi mestinya transaksi jual dan beli uang kertas asing. Namun jika ada money changer ternyata jumlah transaksinya lebih banyak penukaran TC dibandingkan dengan jual beli uang kertas asing, maka transaksi pada money changer tersebut perlu didalami lebih lanjut.

Kejanggalan ini mungkin bukan suatu kebetulan belaka dan mungkin sangat jarang ada money changer yang melakukan aktivitas seperti ini. Tentunya informasi tentang para pihak yang terkait dengan penukaran cek perjalanan ini menjadi sangat berharga. Informasi tentang pemilik atau pengurus money changer, penerima uang hasil penukaran cek perjalanan dan yang tak kalah pentingnya adalah informasi mengenai pihak pembeli cek perjalanan tersebut.  Informasi ini menjadi penting untuk mengetahui apakah transaksi penukaran TC memang murni penukaran untuk keperluan traveling atau sebagai media memasukkan uang dari luar negeri ke Indonesia.

Apabila TC tersebut ternyata digunakan sebagai sarana memasukkan uang ke Indonesia, tidak menutup kemungkinan bahwa hal ini terkait dengan aktivitas perdagangan luar negeri baik yang legal maupun tidak legal. Salah satu diantaranya adalah aktivitas ekspor komoditi dimana pihak pengekspor mengakui hasil penjualan ekspornya lebih rendah dari sesungguhnya dan sebagian uang hasil penjualan ekspor komoditi tadi dimasukkan ke Indonesia melalui pembawaan TC. Sebagai contoh, PT. XXX adalah sebuah perusahaan tambang Indonesia yang sahamnya dimiliki oleh Tuan. AB. Dengan dalih untuk memudahkan transaksi perdagangan maka Tuan AB mendirikan  perusahaan yang berbasis diluar negeri dan untuk itu Tuan AB menjalin kerjasama dengan Mr. Lie seorang warga negara Singapore. Tuan AB dan Mr. Lie kemudian mendirikan perusahaan di Singapore dengan nama Aduh Industrial, PTE Limited.

Seluruh transaksi penjualan hasil tambang milik PT XXX secara dokumen ekspor dilakukan antara PT XXX dengan Aduh Industrial, PTE Limited, sedangkan pembeli akhir sesungguhnya bukan Aduh Industrial, PTE Limited,  melainkan    AHA Industrial, PTE Limited sebuah perusaaan yang berbasis di China.  

Dengan mekanisme penjualan seperti ini lebih mudah untuk melakukan rekayasa transaksi keuangan, seperti membukukan nilai jual yang lebih rendah antara PT XXX dengan ADUH Industrial, PTE Limited dengan nilai jual antara ADUH Industrial, PTE Limited dengan AHA Industrial, PTE Limited. Selisih nilai jual ini dibukukan pada laporan keuangan ADUH Industrial, PTE Limited dan seluruh hasil penjualannya disimpan pada salah satu Bank Moncer  yang ada di Hong Kong.

Skenario berikutnya yang dilakukan adalah pemilik perusahaan dalam hal ini Tuan AB adalah berusaha untuk membawa uang ke Indonesia. Tentu banyak cara untuk membawa uang ke Indonesia, tetapi pemilik uang berusaha mencari cara agar aktivitasnya sulit terdeteksi dan salah satu cara yang bisa ditempuh adalah melalui pembelian TC yang diterbitkan bank di luar negeri. ADUH Industrial, PTE Limited  membeli TC  yang diterbitkan oleh Bank Sunshe Hong Kong  yang produk TCnya  dapat di tukarkan pada salah satu bank di Indonesia.  Lebih lanjut untuk mempersulit terdeteksinya aktivitas aliran uang  dari Hong Kong ke Indonesia, maka Tuan AB membuka usaha Penjualan Valuta Asing yang bernama “Money Changer Cantik Molek” di salah satu kota tujuan wisata yaitu Bali. Hanya saja Tuan AB tidak mendaftarkan usaha money changernya ke Otoritas dalam hal ini Bank Indonesia sehingga tergolong Pedagang Valutas Asing Tidak Berizin.

Selanjutnya atas setiap TC yang telah dibeli tersebut secara bertahap dibawa masuk ke Indonesia oleh seseorang yang disuruh Tuan AB. Kemudian TC  seluruhnya ditukarkan di Money Changer Cantik Molek Denpasar Bali dan uang hasil penukaran TC diambil secara tunai oleh orang suruhan Tuan AB. Uang tersebut kemudian disetorkan ke rekening Tuan AB pada Bank Suka Hati Cabang Medan.

Selanjutnya atas setiap TC yang telah ditukarkan Money Changer Cantik Molek tersebut kemudian ditukarkan ke Bank ABC Cabang Denpasar yang menerima penukaran TC yang diterbitkan Bank Sunshe Hong Kong. Demikian seterusnya transaksi yang dilakukan Tuan AB untuk membawa uang hasil usaha tambangnya  yang disimpan di luar negeri.